8

73 14 4
                                    

Yeorin.

Aku tidak ingin kembali ke api unggun bersama Jihwan. Aku melihat Seokjin berjalan ke arah kami dan aku hanya ingin keluar. 

Kali ini sakit.

Dengan Jihoon, aku merasa muak. Tapi dengan Jimin… ini menyakitkan. 

Dia berbeda. Atau setidaknya, menurutku dia berbeda. Cara dia menyentuh ku dan menginginkan ku telah memberi ku harapan. Aku konyol berpikir seks panas adalah jawaban untuk masalah ku. Semuanya egois. Jimin tidak memberi ku kasih sayang murni. Hatiku masih sakit. Aku sangat menginginkan itu.

Aku merasakan tepi penglihatan ku mulai kabur dan aku tahu aku perlu menyendiri. Ini bukanlah sesuatu yang perlu dilihat siapa pun. Aku tidak ingin orang-orang ini berpikir aku orang yang aneh.

"Aku hanya ingin sendiri jika kau tidak keberatan," kataku pada Jihwan dan memaksakan senyum minta maaf sebelum keluar ke udara malam yang sejuk. 

Aku tidak menoleh ke belakang dan tidak mencoba menemukan mobil ku. Aku tidak dalam kondisi apapun untuk mengemudi. Aku membutuhkan tempat yang gelap dan tenang. Suatu tempat yang aman. Aku membutuhkan tempat yang aman. 

Kata aman terus terngiang-ngiang di kepala ku saat penglihatan ku menjadi semakin kabur. 

Aku berhasil menemukan sebuah rumah yang tampak kosong dan duduk di bagian belakangnya menghadap jauh dari jalan raya. Aku menarik lututku dan menyelipkan kepalaku di antara keduanya. Aku bisa melewati ini. Itu hanya gejala trauma ku. Atau setidaknya itulah yang terus dikatakan para dokter kepada ku.

Jangan keluar, Yeorin. Itu berbahaya. Ayahmu meninggal karena dia pergi keluar. Tetap di sini di tempat yang aman. Dengan ku. Kita akan aman bersama. Hanya kita berdua.

Aku merasakan air mata memenuhi mataku saat kata-kata ibuku mulai mengalir di kepalaku. Aku berusaha keras untuk menahan kenangan itu. Tetapi ketika aku dihabiskan secara emosional, itu kembali. Kenangan itu tidak hanya bersembunyi dalam mimpiku.

Ssst, Yeorin sayang. Aku tahu kau ingin mengendarai sepeda, tetapi begitu banyak hal buruk yang dapat membuat mu keluar. Kau hanya aman di sini. Ingat kita tidak bisa pergi atau hal buruk akan terjadi. Ayo nyanyikan sebuah lagu, oke? Salah satu yang membahagiakan. Yang aman.

“Tidak, tidak, tidak. Eomma tidak akan melakukan ini kepada ku. Aku lebih kuat dari Eomma. Aku bisa mengalahkan ini,” kataku sambil mendorong kembali ingatan itu. 

Aku bukan ibuku. 

Aku ingin menjalani hidup. Aku ingin menghadapi bahaya dan aku ingin mengetahui semua emosi yang menyertainya.

Aku duduk di sana lama sekali dan menatap bulan. Itu adalah sesuatu yang dulu sangat ingin ku lihat. Aku tahu pada malam hari bahwa aku bisa menjauh dari keamanan rumah ku dan melihat Seonjoo. 

Aku bisa mengendarai sepeda menyusuri jalanan yang gelap dan aku bisa menghirup udara segar. Langit malam telah menjadi temanku.

Akhirnya, aku menyeka wajah ku dengan punggung tangan dan berdiri. 

Aku baik-baik saja. 

Aku berhasil melewati ini sendirian. Seonjoo tidak berada di sini untuk menyuruhku bernapas dan membuatku tertawa sementara dia memeluk bahuku. Kali ini hanya aku. Aku bangga pada diriku sendiri.

Aku terbaring terjaga tadi malam memikirkan tentang berkemas dan pergi tetapi pada akhirnya aku memutuskan bahwa aku selesai dengan berlari. 

Aku tidak bisa berlari setiap kali aku bersentuhan dengan rasa sakit atau ada masalah yang menghadang jalan ku. Sudah saatnya aku bereaksi seperti orang lain di dunia dan menghadapinya secara langsung. Namun, aku mungkin perlu mencari pekerjaan lain. 

Twisted PerfectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang