71

77 8 35
                                    

Yeorin.

Aku membuka mataku dan menatap mata Jimin. 

Dia sudah bangun. Cara dia memandangku membuatku merasa dihargai. Seperti aku adalah permata berharga yang ingin dia lindungi. 

"Selamat pagi," katanya saat jari-jarinya terus menelusuri panjang lenganku dengan sentuhan seperti bulu.

"Selamat pagi," kataku sambil tersenyum padanya. "Berapa lama kau terjaga?"

"Maksudmu sudah berapa lama aku menatapmu?" tanyanya menggoda.

"Ya, itu juga," jawab ku.

"Sekitar satu jam. Aku bangun dan kau sangat cantik meringkuk di hadapanku sehingga aku tidak bisa kembali tidur. Aku tidak ingin tidur dan membuang waktu yang bisa aku habiskan untuk melihatmu."

Jantungku berdegup kencang. 

"Kau sangat pandai berbicara, Ryu-ssi," kataku padanya.

"Kau pikir bergitu?"

Aku mengangguk. "Aku tahu."

"Bagus, karena aku ingin bertanya tentang dua minggu terakhir ini dan aku ingin kau menceritakan semuanya padaku," katanya.

"Kupikir kau sudah tahu segalanya," jawabku, menyadari itu pasti Jungkook yang dia ajak bicara. Seonjoo tidak bersamaku selama sebagian besar minggu-minggu itu.

"Aku tahu apa yang Jungkook dan Seonjoo katakan padaku. Aku ingin tahu semua yang Yeorin lakukan."

Jadi mereka berdua terlibat dalam hal ini. Aku tidak bisa marah pada mereka. Tidak sekarang. Aku berada di pelukan Jimin. Mereka telah membawaku kembali ke sini. Mereka telah membuat ku menghadapi ketakutan ku.

"Aku hampir tidak kembali. Aku takut bertemu denganmu. Aku takut kau tidak menginginkanku. Seonjoo dan Jungkook membujukku untuk kembali."

Jimin tersenyum padaku dan mengulurkan tangan untuk menyelipkan sehelai rambutku di belakang telingaku. 

"Yeorin, aku akan mengejarmu. Waktumu hampir habis. Aku telah memberi tahu Seonjoo bahwa kau punya empat puluh delapan jam. Aku sudah mulai mengemasi tasku ketika aku mendapat telepon dari Jungkook yang mengatakan kau akan kembali dalam empat jam. Dan Jangan salah paham. Aku senang kau pulang kepadaku. Tapi aku tidak akan menunggu lebih lama lagi. Aku memberimu waktu tiga minggu. Aku ingin kau kembali."

Dia akan datang untuk menjemputku. Itulah sebabnya Seonjoo begitu ngotot sehingga aku kembali padanya. Dia ingin aku menjadi orang yang kembali. 

"Aku tidak yakin apa yang ku lakukan untuk mendapatkan teman terbaik seperti Seonjoo, tapi aku sangat bersyukur aku memilikinya."

Jimin mencium ujung hidungku. "Ada beberapa kali aku mempertimbangkan untuk menguncinya cukup lama agar bisa menangkapmu dan kabur dari dia."

Sambil terkikik, aku mendekatinya. "Tapi aku pulang."

"Ya, benar. Dan itu sangat manis."

Dia ingin tahu tentang semua yang telah terjadi. Aku ingin memberitahu Jimin tentang segalanya. 

"Apakah kau tahu aku diadopsi?" 

Jimin mengangguk. 

"Aku bertemu mereka berdua. Aku bahkan bertemu keluarga Soojin-ssi --- dia ibu kandungku ---. Dia punya anak perempuan dan anak laki-laki. Suaminya pendiam tapi kelihatannya baik. Aku lebih sering memperhatikan putrinya. Aku bertanya-tanya jika aku akan begitu bebas dan blak-blakan jika aku menjalani hidupnya. Dan aku memiliki mata ayah kandung ku. Namanya Park Chanyeol. Dia adalah kekasih di sekolah menengah. Aku bisa melihatnya dua puluh tahun kemudian dan mengatakan itu. Dia tampan dan kurasa dia mungkin masih sedikit mencintai Soojin-ssi, itu aneh. Tapi aku berusaha untuk tidak memikirkannya."

Twisted PerfectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang