42

74 12 18
                                    

Satu bulan kemudian . . .

Jimin.

Aku melirik ke ponsel dan mempertimbangkan untuk menelepon Yeorin. 

Aku tidak berbicara dengannya selama lima jam. Pagi ku dipenuhi dengan rapat dan telepon konferensi. Dia tidak pernah mengeluh. Itu menggangguku. Faktanya adalah ku pikir dia harus mengeluh.

Aku telah mengecewakannya.

Bagaimana aku bisa menjalankan RJ Hotel dan merawatnya? 

Wanita lain mana pun akan berada di kantorku dengan marah. Tapi tidak pernah Yeorin.

Ketukan cepat di pintu membuat ku tidak bisa mengangkat telepon. Aku akan meneleponnya sebentar lagi. 

"Masuk," aku berseru, dan mulai mencari surat-surat yang Yunjung bawa untuk aku tanda tangani sebelumnya.

"Yunjung tidak ada di luar sana, jadi aku mengetuk." Suara Hana bukanlah yang kudengar.

"Apa yang Ibu butuhkan sekarang?" Tanyaku tanpa menatapnya. 

Itulah mengapa dia ada di sini. Pada awalnya aku merasa kesal dengan kehadirannya tetapi dia membantu ibu ku lebih dari yang aku bisa. Lebih dari yang aku inginkan.

"Dia merindukanmu. Sudah lebih dari seminggu sejak kau menelepon untuk memeriksanya."

Hana pandai dalam perjalanan rasa bersalah seperti ibuku. Keduanya sangat mirip. 

"Aku akan meneleponnya nanti hari ini. Aku punya pekerjaan. Jika hanya itu, silakan keluar sendiri."

"Kau tidak harus memperlakukanku dengan dingin. Aku membantu kau satu-satunya cara yang aku tahu caranya. Setiap hari aku tinggal di sini bersama ibumu adalah untukmu. Semuanya untukmu. Aku jatuh cinta padamu, Jimin. Aku tidak dapat bersaing untuk mendapatkan hatimu karena kau tidak mengizinkan ku masuk. Tapi apa yang dia lakukan untuk mu? Aku tidak melihat dia membantu mu --- "

"Cukup. Jangan pernah menempatkan dirimu pada level yang sama dengan Yeorin. Aku tidak memintamu untuk menjaga ibuku. Aku bisa mempekerjakan seseorang untuk membantuku jika aku membutuhkannya. Sedangkan untuk Yeorin, dialah alasanku dapat bangun dari tempat tidur setiap pagi, jadi jangan pernah meremehkan pentingnya dia."

Hana menegang dan membuka mulutnya untuk mengatakan lebih banyak. Aku menurunkan tatapan marahku kembali ke kontrak di depanku. Aku sudah selesai dengan percakapan ini. 

"Aku pergi."

Bunyi klik tumitnya di lantai kayu keras saat dia meninggalkan kantor adalah suara yang paling disambut baik yang pernah kudengar sepanjang hari.

Ketika pintu tertutup di belakangnya, aku meraih ponselku untuk menelepon Yeorin.

"Halo," suara manisnya berkata di telepon.

"Aku membutuhkanmu," jawabku.

"Aku baru saja selesai makan siang dengan Eunbi dan Jihwan. Aku akan segera ke sana," jawabnya.

"Masuklah begitu kau sampai di sini," kataku padanya.

"Baik."

.
.
.

Tepat sepuluh menit dan lima belas detik kemudian pintu ku terbuka dan Yeorin melangkah masuk. Rambut hitamnya diikat menjadi ekor kuda. Gaun pendek yang dia kenakan memeluk lekuk tubuhnya lebih dari yang aku inginkan. Aku berdiri dan berjalan mengitari meja.

"Hai," katanya dengan senyum malu-malu.

"Hai," jawabku sebelum meletakkan kedua tanganku pada pinggang-nya dan menekan mulutku pada bibirnya.

Twisted PerfectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang