04|Dinner

310 46 22
                                    

Rintik hujan mengguyur jalanan Seoul yang mulai dipadati oleh kendaraan pribadi dan kendaraan umum yang penuh sesak oleh penumpang. Di bawah langit mendung yang makin gelap, terlihat beberapa karyawan kantor mulai bergegas keluar dari gedung pencakar langit, segerombol mahasiswa yang baru usai menyelesaikan kelas malam berkeliaran di depan area kampus, dan juga para siswa sekolah menengah yang harus bergegas pulang dari tempat kursus. 

Sepertinya, hari ini adalah hari yang melelahkan bagi semua orang.

Hal itu tercetak jelas pada gestur tubuh mereka yang berjalan dengan bahu terkulai lemas, raut wajah lelah, dan pakaian yang dikenakan pun terlihat kusut dan berantakan.

Semua orang pasti melewati hari yang berat, begitu pula dengan dua wanita yang sedang duduk manis di bangku belakang dan pria tampan di balik kemudi sebagai sopir. 

Selain harus mengikuti jam kuliah, Jena dan Charis juga melakukan survey lokasi gedung yang menghabiskan waktu lebih dari tiga jam. Untung saja, perburuannya sore itu membuahkan hasil yang memuaskan. Begitu pula dengan Jeno yang seharian ini sibuk mengurus berbagai persiapan project baru yang cukup menguras tenaga dan pikirannya.

Sudah sekitar sepuluh menit perjalanan namun, suasana dalam mobil itu sangatlah hening. Hanya terdengar sayup-sayup lagu Brokenhearted (sunset) by Joan yang terputar dari audio mobil. Alunan musik yang menerobos masuk ke telinga dengan merdu mampu membuat mereka terhanyut ke dalam dunianya masing-masing.

Dengan bertopangkan dagu, Jena mengarahkan pandangannya ke luar menatap segerombol siswa berlarian menuju halte untuk berteduh. Sesekali jarinya mencoret-coret kaca mobil yang berembun, membentuk pola abstrak sebagai pelampiasan rasa bosannya akibat rush hour yang tak kunjung usai. Lain halnya dengan Charis yang menghabiskan waktu dengan menatap layar Ipad-nya dengan serius. Ia harus memanfaatkan waktu dengan baik agar studi, bisnis, dan karir dapat berjalan dengan seimbang. Sedangkan Jeno terlihat sangat menikmati alunan lagu favoritnya, Falling by Harry Styles, yang berputar menemani perjalanan malam itu.

Sebagai distraksi untuk mengusir rasa bosan di tengah kemacetan itu, sesekali Jeno melirik kaca spion tengah untuk melihat panjangnya deretan mobil yang berada di belakang sekaligus untuk mencuri pandang ke arah Charis yang nampak sibuk dengan dunianya sendiri. Sebenarnya, Jeno ingin memulai pembicaraan dengan wanita itu namun, ia bingung harus memulai darimana. Ia terlalu takut dianggap sebagai pria yang membosankan, seperti image yang telah melekat pada dirinya sebagai Nojam.
*Nojam : orang yang tidak humoris atau tidak lucu saat mengeluarkan lelucon.

Hey, tunggu.

Sejak kapan seorang Lee Jeno peduli akan penilaian orang kepadanya? Selama ini ia dikenal sebagai pribadi yang dingin dan cuek terhadap pandangan orang-orang yang ada di sekitarnya. Tapi, mengapa sekarang ia mendadak gugup?

Ah, mungkin karena Charis tampak seperti wanita pendiam yang tidak mudah untuk didekati.

Ya, pasti karena itu.

Bukan karena variabel lain, kan? 

Jeno makin mengeratkan genggamannya pada kemudi sebagai penyalur rasa gugupnya, ia mengatur napas dan mengumpulkan keberanian. Setelah membulatkan tekad, ia berdeham pelan untuk melihat reaksi yang akan ia dapat.

“Heehmmm…” 

Seperti dugaannya, Charis tetap bergeming tidak merasa terganggu dengan suara dehaman Jeno. Tidak berhenti disitu, pria berumur 25 tahun itu mencoba berdeham lagi dengan suara yang lebih keras berharap sang wanita memberikan respon. 

“Ehmm..Ehmm..”

Namun, usahanya kali ini juga gagal. Jena yang merasa terusik langsung mendongakkan kepala menatap Jeno curiga. 

QUERENCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang