05|His Job

298 36 19
                                    

Helaan napas meluncur begitu saja dari mulut Jeno saat ia berhasil menyelesaikan review product design yang dirancang oleh salah satu junior satu divisinya. Diletakkan berkas penuh dengan coretan itu di sisi kiri meja lalu ia bergerak melepas kacamata yang bertengger di hidungnya.

Jeno beranjak dari tempatnya duduk, mengambil secangkir kopi yang masih hangat dan berjalan ke sudut ruang kerjanya. Melalui jendela besar ruang kerjanya yang berada di lantai sepuluh, ia dapat leluasa mengamati lalu lalang kendaraan di jalanan yang nampak begitu lenggang. Sembari menikmati pemandangan di bawah sana, sesekali ia menyeruput segelas kopi dan memijat pelipisnya yang terasa pening.

Hari ini terasa cukup berat baginya, beban kerjanya perlahan mulai bertambah seiring dengan promosi jabatan yang ia terima. Terlebih, ia diberikan tanggung jawab baru untuk meng-handle sebuah project untuk peluncuran mobil ramah lingkungan series terbaru. 

Sembari menikmati waktu istirahat yang singkat, pikirannya melayang mengingat percakapan antara dirinya dengan Jena satu minggu yang lalu.

———

"So, what do you want?" Jena berjalan mendekat ke arah Jeno, memberikan satu kaleng bir padanya. Dengan gerakan pelan, ia duduk disamping pria yang sedang menatap kosong layar televisi.

"Tell me about her," ujar Jeno sambil membuka tutup kaleng minumannya dan meneguk isinya.

"Who?"

"Your best friend, Charis. Aku penasaran sama dia." Jeno melirik Jena sekilas lalu kembali memfokuskan tatapannya pada layar televisi yang sedang menayangkan salah satu acara variety show.

"She is kind. Dia orang yang cenderung pendiam dan cukup sulit untuk berbaur dengan orang baru," ujar Jena sambil mengunyah camilan di tangan kanannya.

"Dia orang yang punya prinsip kuat, dia ga mau jadi beban buat orang lain. Hampir semua pekerjaan Charis lakuin sendiri, mulai dari kuliah, urusan pekerjaan, bahkan urusan rumah ia selesaikan sendiri. Dia selalu buat jurnal untuk daily activities-nya karena dia orang yang perfectionist. Semua kegiatan harus terjadwal, terstruktur, dan harus berjalan sesuai dengan keinginannya."

"Well, she seems like a strong yet independent woman," sahut Jeno.

"Yes, she is." Jena menoleh ke arah Jeno, kemudian melanjutkan ucapannya, "But little did you know, sebenarnya dia orang yang rapuh."

Jeno mengubah posisi duduknya menghadap Jena penuh agar ia bisa leluasa mendengar penjelasannya dengan lebih baik.

"Dia sedang berjuang to heal herself dari masa lalunya. And I won't tell you tentang masa lalu yang dia alami."

Jeno mendesah tak puas saat Jena tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.

"Na, kayaknya aku beneran tertarik sama dia. Aku juga gak tau sama diriku sendiri, entah ini rasa tertarik atau sekadar penasaran." Jeno menundukkan kepala sembari memainkan jemarinya.

"Itu hak kamu, Jeno. Itu perasaan kamu. Tapi inget keadaan kamu sekarang."

"A..Aku gak tau harus gimana. Baru kali ini aku merasakan sesuatu yang berbeda terhadap seseorang." Jeno mendongak menatap Jena dengan tatapan pasrah.

"I know, Jen. Aku sebagai pihak netral, penengah antara kamu dan Charis. Tapi aku juga gak akan tinggal diam, kalau kamu memang berpotensi akan menyakiti hati sahabatku." Jena mengucapkan kalimat itu dengan lugas dan menatap Jeno serius.

Jeno menghela napas pelan dan meneguk bir yang tersisa setengah kaleng.

"Hmm... Thank you udah ingetin aku, Na."

QUERENCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang