12|Art Exhibition

131 17 0
                                    

Usai melakukan konsultasi project dengan sang dosen yang memakan waktu cukup lama, Charis segera bergegas menuju kawasan Samcheong-ro, tempat Kumho Museum of Art berada.

Sesuai apa yang telah ia janjikan pada Jeno beberapa hari lalu melalui ponsel, Charis mengajak pria bermata bulan sabit itu untuk mengunjungi salah satu tempat favoritnya. Sudah hampir dua tahun Charis tak menginjakkan kaki ke galeri seni, salah satu tempat yang rutin ia kunjungi apabila sedang rindu pada seseorang.  Sejak awal keberangkatannya menuju negeri ginseng, Charis telah bertekad untuk menghapus segala memori yang tersisa tentang cinta pertamanya. Termasuk kenangan tentang galeri seni, tempat kencan yang sering mereka kunjungi. Nyatanya, tekad dan dinding pertahanan yang susah payah ia bangun, tak cukup kuat untuk menahan gelombang rindu akan sosok pria berlesung pipi itu.

Sembari menunggu kedatangan Jeno, wanita berambut hitam legam itu memilih untuk duduk di bangku taman yang tak jauh dari pintu masuk gedung. Di bawah langit Seoul yang mulai menggelap, kerlip lampu kota yang menyala satu per satu, Charis makin mengeratkan coat hitam yang membalut tubuhnya. Tak lupa, ia juga menggosok-gosokkan kedua tangannya, berharap dapat memberikan sedikit kehangatan pada tubuhnya yang mulai menggigil. Sebagai distraksi dari rasa dingin yang mulai menusuk tulang, sepasang manik hazel itu mengedar pandang ke setiap sudut taman. Seulas senyum terbit pada wajah pucat Charis, kala netranya menangkap momen sepasang kekasih sedang memasuki gedung galeri seni dengan bergandeng tangan dan diiringi tawa bahagia. Pemandangan itu mengingatkannya akan kenangan masa lalu bersama sang mantan kekasih.

“Aku jamin, kamu nggak bakal bosen, Cha,” bujuk Jeffrey pada kekasihnya yang sedang fokus menonton acara variety show pada layar televisi.

“Aku nggak ngerti tentang seni. Pasti nanti aku bakal ngantuk, Jeff,” sahut Charis, masih tetap pada posisinya dan sesekali mencomot keripik kentang yang ada di pelukannya.

Mendapat penolakan dari sang wanita, tak menjadikan sosok Jeffrey Jung menyerah begitu saja. Pria berkacamata itu justru makin gencar membujuk Charis agar mau berkencan ke salah satu tempat favoritnya.

“Ayo dong, Cha. Kita udah lama nggak nge-date, loh. Kamu nggak kangen quality time bareng aku?” ujar Jeffrey dengan tatapan memelas, lalu menyandarkan kepalanya pada bahu kanan Charis.

Bukannya menyahuti gerutuan sang kekasih, Charis malah tertawa kencang saat salah satu aktor favoritnya sedang memerankan adegan yang cukup menggelitik perut. Sontak, pria keturunan Korea itu makin mendumal sebal.

“Kok aku dicuekin, sih?” protes Jeffrey, menegakkan kembali tubuhnya dan menjauh dari Charis yang sedang berusaha meredam tawa.

Melalui ekor matanya, Charis dapat melihat raut masam pria yang telah menjadi kekasihnya selama dua tahun. Kedua alis tebal itu berkerut samar, bibirnya mengerucut sebal. Oh, jangan lupakan tatapan tajam Jeffrey, yang anehnya justru tampak lucu di mata Charis.

'Cup'

Satu kecupan ringan berhasil lolos pada pipi kiri Jeffrey yang kini telah berubah warna menjadi merah padam.

"Jangan marah-marah mulu. Nanti cepet tua," ujar Charis, menatap lekat pria yang sedang duduk di sampingnya.

"Kamu curang!" Jeffrey mendengus dan melipat kedua tangannya di depan dada. "Kamu udah bosen sama aku, ya?"

Satu alis Charis terangkat, ia menatap heran Jeffrey yang masih dalam mode ‘ngambek’.

"Kok ngomongnya gitu, sih?"

Perlahan, Charis mendekat ke arah Jeffrey yang berjarak lima jengkal dari tempatnya duduk. Ia raih kedua tangan Jeffrey yang masih dalam posisi bersedekap, lalu mengelus punggung tangan itu dengan lembut.

QUERENCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang