18|Reconciliation

121 13 0
                                    

Hal pertama yang Jeno lihat saat melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung adalah sosok Na Jaemin sedang melakukan panggilan melalui ponsel dengan raut wajah dan gestur tubuh gelisah. Pria dengan pakaian berwarna gelap itu nampak berkali-kali melirik arloji yang melingkar pada pergelangan tangan kiri, lalu beralih melihat ke arah pintu masuk gedung dengan tatapan cemas.

Selepas Jaemin mengakhiri panggilan dan menyimpan ponsel ke dalam saku celana, Jeno melanjutkan langkah kakinya untuk menyapa dan memberikan ucapan selamat pada sahabatnya.

"Hai, Jae!" Jaemin refleks menoleh ke arah sumber suara dan seketika ekspresi wajahnya berubah menjadi lebih cerah. "Congrats, Bro! You did great," ujar Jeno sambil memeluk singkat sahabatnya.

"Thanks for coming, Jen."

"Ini ... buat perayaan pameran setelah dua tahun kamu break."

Jeno mengulurkan satu paper bag berwarna hitam berisikan lensa kamera yang telah lama Jaemin incar.

"Jen??"

Jaemin memandang tidak percaya benda yang ada di tangannya. "Kamu kok tahu aku lagi pengin lensa ini?"

Jeno tersenyum simpul memandang ekspresi terkejut sahabatnya.

"Kamu udah lupa, ya? Dulu kamu pernah tanya pendapatku tentang lensa yang pengin kamu beli."

Dahi Jaemin berkerut samar, mencoba memutar kembali memorinya yang tak kunjung menemukan titik terang.

"Nggak usah diinget-inget. Kejadiannya udah lumayan lama, wajar kalau kamu lupa," ujar Jeno sembari menjejalkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Anyway, kamu lagi nunggu seseorang, ya?" lanjutnya, berusaha mengalihkan pembicaraan.

Spontan, Jaemin memutar tubuhnya menghadap Jeno penuh dan menatap sahabatnya dengan pandangan penuh tanya.

"Maksudnya?"

Jeno mengusap-usap dagunya, lalu berujar, "Aku tadi merhatiin kamu terus lihat ke arah pintu masuk ... kayak nunggu seseorang."

"Ohh." Jaemin mengangguk mengerti, lalu disusul seulas senyum tipis terbit pada wajah tampannya.

"Iya, lagi nunggu Charis," Jaemin menjeda ucapannya, lalu melirik kembali arlojinya, "harusnya sebentar lagi dia datang, sih."

Kini giliran Jeno yang dibuat terkejut dengan ucapan Jaemin, dia tidak mengira bahwa Charis juga akan berkunjung pada hari pertama pameran diselenggarakan. Walau sejujurnya ia sedikit berharap bisa bertemu dengan wanita yang membuatnya uring-uringan selama dua minggu ini.

"O-oh. Dia datang juga, ya," jawab Jeno seadanya.

Mendapati sang lawan bicara menjawab dengan nada suara tergagap, membuat Jaemin tak kuasa menahan kedutan pada ujung bibirnya. Lucu sekali melihat ekspresi Jeno yang tiba-tiba berubah menjadi canggung, bahkan Jeno menghindari kontak mata dengannya.

"Oh ya, aku perlu meluruskan sesuatu yang selama ini bikin kamu salah paham," celetuk Jaemin tiba-tiba, berhasil mengembalikan atensi Jeno padanya.

"Selama ini kamu pasti mengira kalau aku dan Charis adalah sepasang kekasih, kan?"

Jeno melipat mulutnya ke dalam dan menguncinya rapat-rapat. Meski begitu, raut wajahnya tidak dapat menyembunyikan keterkejutan yang luar biasa.

"Aku sama Charis nggak punya hubungan seperti apa yang kamu pikirkan, Jen," lanjut Jaemin sambil terkekeh pelan.

"Hah??"

Jeno semakin dibuat bingung oleh pernyataan Jaemin yang sangat tiba-tiba dan tidak langsung pada intinya. Ia mengangkat kedua tangannya, memberi isyarat agar Jaemin menghentikan sejenak celotehannya.

QUERENCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang