21|Nami Island

159 10 0
                                    

⚠️ tw // trauma, family issue, emotional abuse ⚠️

Chapter ini sedikit lebih panjang dari biasanya, ada 3.2k words dan mengandung beberapa konten sensitif. So, be wise.

○●○●

"Cha ... ayo masuk!!"

Seruan penuh semangat dari pria di balik kemudi itu menyentakkan Charis yang hampir saja tertidur dalam posisi berdiri. Ia mengerjapkan mata berkali-kali, berusaha mengumpulkan kesadaran dan memfokuskan pandangannya pada sebuah mobil hitam yang berjarak lima langkah dari posisinya.

Tepat saat nyawanya kembali penuh, ia sekilas melirik arloji pada tangan kiri yang menunjukkan pukul enam tepat. Ia mengulum senyum tipis dan membalas lambaian tangan Jeno sambil berjalan mendekat ke mobil mewah itu.

"Kamu kok nunggu di luar? Suhu udara Seoul pagi ini lagi dingin banget, loh, Cha," omel Jeno begitu Charis sudah duduk manis di jok sebelah kanannya.

Ia segera menekan tombol penghangat saat menyadari bibir sang puan sedikit bergetar karena menahan dingin.

"Aku baru nunggu lima menit, kok. Biar cepet aja, kamu nggak perlu nunggu lama di bawah," sahut Charis diiringi dengan senyum lebar yang menampakkan deretan giginya.

Jeno berdecak ringan, lalu menggelengkan kepala pelan mendengar jawaban itu.

"Cukup sekali aja kamu nunggu aku di luar gedung. Lain kali, jangan diulang lagi, ya?" Jeno mengembuskan napas pelan, lalu menatap lurus sepasang manik Charis yang tampak sayu, "Aku nggak mau kamu kedinginan kayak gini."

Sorot mata Jeno yang begitu dalam mampu membuat lidah Charis terasa kelu hingga tak mampu mengucap sepatah kata. Pada akhirnya, Charis hanya mengangguk menurut dan menyembunyikan wajah yang sedikit merona ke dalam lilitan syal pada lehernya.

Hening menyelimuti keduanya saat Jeno mulai melajukan mobil menyusuri jalanan yang nampak begitu lenggang pagi itu.

Melalui sudut matanya, Charis dapat mengamati garis rahang Jeno yang nampak begitu tegas, mata sipit yang terlihat bersinar, dan juga tidak ada guratan lelah ataupun kantuk yang tersirat pada wajahnya. Hal itu sangat berbanding terbalik dengan keadaan Charis yang sedang berjuang menahan mata agar tidak terpejam karena kedua pelupuknya terasa semakin berat. 

"Tidur aja, Cha," ujar Jeno, melirik sekilas wanita di sampingnya yang terpergok sedang menguap.

"I'm fine, masih bisa nahan. Nanti kamu nggak ada temen ngobrol."

"Beneran?"

Jeno menoleh sekali lagi untuk memastikan. Kedua mata Charis nampak berkaca-kaca dan memerah, raut wajahnya terlihat sedikit lesu seperti kekurangan jam tidur.

"Jangan dipaksa, nanti aku bangunin kalau udah nyampe," cetus Jeno tidak tega melihat sang wanita tersiksa menahan kantuk.

"Tapi Jen—"

Tenggorokan Charis tercekat kala tangan kanan Jeno terulur mendekat ke arahnya, sontak ia melebarkan mata dan menahan napas sepersekian detik saat merasakan elusan lembut pada puncak kepalanya.

Sementara sang pelaku utama justru tersenyum tipis saat tindakannya berhasil membungkam mulut sang lawan bicara.

"Aku nggak apa-apa, kok. Kamu tidur aja, ya? Kalau dingin ... " tangan kanan Jeno beralih meraih selimut yang terlipat rapi di jok belakang, "ini ada selimut, kamu pakai aja."

"Oh .. okay," lirih Charis dengan nada suara tergagap.

Buru-buru ia mengalihkan pandang ke depan, menghindari sepasang manik hitam yang masih menatapnya teduh.

QUERENCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang