Langit gelap.
Angin berembus kencang membawa hawa dingin menusuk tulang.
Di tengah keramaian yang ditemani oleh gemerlap lampu kota. Ia berjalan sendiri dengan langkah pelan.
Meski sudah mengenakan pakaian berlapis, tubuhnya tetap menggigil kedinginan. Entah karena suhu udara saat ini yang terlampau rendah atau karena hatinya yang telah membeku tak bisa merasa.
Ah... sepertinya ia juga tidak mengerti akan emosi yang ia rasakan.
Satu hal yang ia tau.
Ia merasa hampa.
Ada sesuatu yang hilang. Suatu hal yang sangat berharga hingga mampu membuat dadanya terasa begitu sesak.
Langkah kakinya terseok tak mampu menahan tubuhnya yang terasa semakin lemas. Dadanya semakin berdenyut nyeri kala momen itu terputar kembali di kepalanya.
Kedua tangannya terangkat ke dada, mencengkeram erat bagian depan coat yang ia kenakan berharap agar rasa sakit di dadanya dapat berkurang.
Ia menyerah.
Ia tak punya tenaga untuk melanjutkan langkahnya. Bangku di pinggir taman menjadi pilihan untuk mengistirahatkan tubuhnya yang letih. Matanya memandang kosong pemandangan yang ada di seberang jalan. Ada banyak penjual makanan yang saling berlomba untuk menjajakan dagangannya, perkumpulan anak muda yang terlihat semangat menunjukkan talenta yang ia miliki, serta sekumpulan orang yang terlihat gembira menikmati penampilan salah satu pesulap jalanan.
Namun lamunan singkat itu terburai saat ia menyadari ada sebutir salju jatuh di telapak tangannya. Ia menengadahkan kepala ke langit menatap butiran kecil putih mulai berjatuhan.
Salju pertama.
Ini tidak baik untuknya, ia harus segera pergi dari tempat itu. Musim dingin, salju, dan patah hati adalah kombinasi terburuk yang pernah ada.
Ia berdiri lalu bergerak merapatkan coat yang ia kenakan. Niatnya untuk beranjak pergi dari tempat itu harus ia urungkan saat netranya berhasil menangkap siluet sosok yang sangat ia rindukan.
Napasnya tercekat, jantungnya berdegup lebih cepat, darah di tubuhnya berdesir hebat saat sosok itu berjalan mendekat ke arahnya. Pandangan matanya sedikit mengabur karena tumpukan air mata yang mendesak untuk keluar.
Ini tidak nyata.
Ia memang mengharapkan keajaiban akan terjadi pada saat salju pertama turun. Namun ia tidak menduga bahwa doa yang ia panjatkan benar-benar terwujud.
Dalam hati, ia masih sulit untuk percaya pada kenyataan yang sedang terjadi. Namun perasaan ragu itu berhasil pupus ketika sepasang lengan berhasil merengkuh tubuhnya masuk ke dalam sebuah pelukan hangat yang sangat ia rindukan.
"I miss you."
Suara lembut yang menyusup masuk indera pendengarannya mampu membuatnya tersadar bahwa ini nyata. Ia tidak sedang berhalusinasi.
"I'm sorry..."
Suaranya bergetar menahan air mata agar tak jatuh dari sudut matanya.
"Please stay, don't leave me again. I beg you."
Hallo, apa kabar semua?
Akhirnya aku bisa update prolog untuk karya pertama.Bagaimana kesan kalian setelah membaca prolog ini?
Aku harap kalian bisa merasakan emosi yang aku tuliskan ya.Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen ya ❣
Sampai bertemu besok Minggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUERENCIA
Fanfiction[Lee Jeno x OC] "It took me five years to meet another guy." "I think you are worth my fight." Lee Jeno, pria yang berprofesi sebagai automotive designer, dikenal sebagai sosok yang gemar berganti-ganti pasangan. Memang benar, pria bermata bulan sab...