Keempat makhluk yang bertengger di pohon mengawasi pergerakan Gray, gerakan mereka sangat halus dan nyaris tak terdengar.
Gray berhenti mendadak, berjongkok, mengusap tanah dan menciumnya.
Makhluk di atas masih memperhatikan, seolah menunggu waktu yang tepat untuk menyergap mangsanya.
Secara mendadak Gray hilang dari pandangan. Keempat pengawas di pohon kelimpungan, mereka serempak turun dari atas.
"Di mana dia?!" desis salah satu mereka.
"Mana mungkin manusia itu bisa hilang secepat kilat," dengus yang lain.
"Kalian mencariku makhluk pengisap darah?" Gray muncul dari semak-semak.
Ternyata mereka berempat adalah vampir yang ditugaskan untuk menjaga hutan, maupun menyergap manusia yang masuk ke dalam teritorial mereka.
Mata mereka yang merah tampak lapar melihat daging segar muncul.
"Makanan untuk kita!" seru salah satu dari mereka melompat langsung tanpa peringatan.
"Lamban," gumam Gray dingin, menyabetkan pedangnya yang lantas membelah tubuh vampir itu menjadi dua bagian.
"Kurang ajar!"
"Tu-tunggu dulu, dia bukan manusia biasa!"
Gray menebas dua vampir lainnya, dan menyisakan satu vampir yang jatuh di tanah, memohon ampun kepada Gray. Vampir itu memelas memegang kaki Gray.
Gray memandang dingin vampir itu. Dia ingin sekali menyayat leher makhluk pengisap darah tersebut.
Namun tanpa diduga, tiba-tiba saja vampir itu menggigit kaki Gray.
Pemuda itu terkejut sontak menendang vampir itu hingga bergulung.
"Darahmu benar-benar..." Vampir itu tiba-tiba berhenti berbicara, lehernya tercekat, dia memegangnya berasa panas membara, lalu tak lama dia terbakar hebat dan hanya menyisakan abu di tempatnya berada tadi.
"Meminum darahku setelah semua yang kulalui, itu sama dengan meminum aliran lahar panas di Neraka sana, dasar vampir bodoh," ucap Gray. Dia menggaruk-garuk kepala, menghela napas panjang. "Padahal aku masuk ke hutan karena melihat rusa, aku ingin sekali makan daging rusa,"
Sementara itu Master Alain baru saja membubarkan pengarahan singkat kepada ordo yang menjaga desa, kehadiran seorang master menambah kepercayaan diri mereka jika terjadi serangan dari vampir.
Alain berhenti menulis laporan, dia memikirkan sesuatu mengenai desa ini.
"Jumlah pasukan ordo yang dikirim ke sini hanya berkisar belasan saja, tak ada letnan atau kapten, padahal situasi genting. Markas besar lebih mengutamakan keamanan wilayah manusia yang memiliki tingkat kepadatan tinggi, dan mengorbankan desa-desa kecil seperti ini kurasa," gumam Alain perasaannya campur aduk, antara kesal dan sedih. "Penyebab utamanya karena jumlah pasukan kita menyusut drastis setelah perang besar,"
"Permisi," seru suara dari luar ruangan sembari mengetuk pintu.
"Ya, masuk saja," balas Alain.
Pintu mengayun terbuka, Chloe masuk membawa dua cangkir susu coklat panas dan beberapa potong roti bakar dengan selai nanas. Gadis itu mengikat rambutnya ekor kuda.
"Maaf jika mengganggu, aku hanya butuh teman untuk menyantap kudapan ini," kata Chloe lirih tampak malu.
"Ah tidak-tidak... Malahan aku sangat senang, pekerjaan ini membuatku capek," seru Alain memijat-mijat tengkuk lehernya. "Terima kasih kau mengajakku bersantai,"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Exorcist: Descendant of the King
FantasySekuel The Exorcist Holy Grail (Buku 3)