Chapter 10

1.7K 262 62
                                    

"Sialan, mereka seperti tak ada habisnya," keluh Christi setelah menusuk leher dua pasukan mayat.

"Mereka juga sangat bau dan menjijikkan," tambah Nagisa mengernyit. Dia memandang ke sekelilingnya, pertempuran masih berkutat di dinding benteng. Pasukan kurcaci dan ras lainnya berusaha untuk menghentikkan serangan lawan. "Ini takkan berguna, kita bertempur dengan waktu dan stamina."

Nagisa terus menebas mayat-mayat yang berusaha naik, dia melirik ke kanan dan kirinya beberapa mayat sudah berhasil memanjat, bahkan ada satu ogre bodoh yang dikeroyok dan terjatuh ke belakang dinding.

"Dinding ini akan terjatuh tak lama lagi," pikirnya sembari menusukkan ujung pedangnya ke mulut zombi yang ingin menggigit dirinya.

Nagisa melihat Christi menyerang dengan buas, dia mendekatinya. Nagisa hampir saja terkena sabetan belati Christi, beruntung dia mampu menangkisnya.

"Tenanglah!" seru Nagisa.

Christi pelotot terengah-engah, dia tampak kacau sekali.

"Maaf, aku benar-benar bingung,"

"Tak apa, tapi ini benar-benar buruk, dinding benteng takkan bertahan lama. Kita harus menata ulang pertahanan dan bertahan di jalanan," kata Nagisa. "Di sana kita bisa bertarung dengan bebas dan fokus,"

"Aku ikut apa yang kau lakukan," balas Christi.

Nagisa mengangguk, lalu dia berlari di sepanjang dinding sambil menebas musuh, diikuti Christi di belakangnya. Kedua gadis itu turun dari dinding benteng, dan memosisikan diri di tengah jalan utama.

"Apa yang mereka lakukan?" pikir salah satu kapten kurcaci.

Sementara itu, gerbang pertahanan mulai bergetar hebat. Engsel-engselnya berderit akan copot. Pasukan gabungan langsung menahan dengan batang kayu besar yang dibawa oleh kaum troll.

"Pertahankan dinding!" teriak seorang kapten dari ras manusia.

Anak panah yang ditembakkan oleh satu pleton elf terus menghujam lawan. Meski itu tak terlalu efektif jika tidak mengenai kepala mereka.

Orang-orang yang terluka dibawa oleh tandu ke tempat aman, kecuali karena gigitan atau cakaran musuh karena mereka pasti sudah terinfeksi dan tak lama berubah menjadi mayat hidup, jika tidak segera dibakar atau dipotong lehernya.

"Setelah pertempuran berakhir aku ingin berendam di air panas," pikir Nagisa memandang sayu ke arah pintu gerbang benteng yang terus dihantam oleh sesuatu di baliknya.

***
Gray terus menyalurkan kekuatannya kepada kurcaci bersaudara. Pemuda itu bertelanjang dada karena tubuhnya bermandikan keringat, akibat panasnya api pendiangan. Dia sedang berada di bengkel kerja penempaan Skudd dan Ulric.

Kurcaci bersaudara bekerja beberapa kali lipat lebih cepat dibanding biasanya.

"Ini benar-benar gila, ini seperti bukan tanganku," Skudd memukul-mukul besi dengan palu.

Ulric terlihat berkonsentrasi pada pekerjaannya ini. Dia sedang memperkuat gagang pedang yang rusak dan penuh goresan.

"Aku sebenarnya tidak terlalu menyukai metode ini, tapi ini benar-benar luar biasa," kata Ulric berkomentar.

"Berapa lama?" tanya Gray.

Ulric nyengir. "Tunggu saja ini akan lebih cepat dari yang kau kira," serunya.

***
Di sebuah danau di dalam hutan yang tak pernah terjamah tangan manusia.

Pemuda berambut putih berjubah merah bertelanjang dada itu berjongkok di sebelah Lee yang pingsan. Ekspresinya dingin, tak ada belas kasih meski melihat Lee yang sekarat.

The Exorcist: Descendant of the KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang