Mereka berlima ditambah seekor kucing kini berada di padang rumpat di dekat hutan yang lebat, bahkan dalamnya pun begitu gelap nyaris tak ada cahaya lewat.
Gray melangkah menyentuh salah satu batang pohon yang sudah tua.
"Energinya begitu murni dan kuat, aku juga merasa kehidupan mereka merasuki diriku," gumamnya berkomentar.
"Memang, tetapi jangan sampai kita mengusik pohon-pohon ini. Kau hanya boleh mengambil buah atau ranting-ranting yang jatuh, jika kau nekad menebangnya aku tak tahu apa yang terjadi pada dirimu nanti," sahut Ethan.
Gray tersenyum. Dia menempelkan lagi telapak tangannya, memejamkan matanya sejenak, dan bergumam sesuatu.
"Kau sedang apa?" tanya Nagisa setelah Gray selesai melakukan sesuatu seperti ritual tersebut.
"Aku hanya menyalurkan sedikit energi pada hutan ini, sebagai persembahan pada alam,"
Ethan mendengus mendengarnya.
Emily melontarkan pandangannya ke segala arah. Ekspresinya terlihat sedih.
"Terlalu banyak bau kematian di tempat ini," gumam Gray.
"Memang, kudengar tempat ini seperti dunia fantasi yang hanya ada di buku-buku cerita, komik, ataupun film. Perebutan wilayah, kekuasaan, pertumpahan darah, dan konflik terus terjadi," seloroh Ethan.
"Kau baru pertama kemari?" tanya Gray.
"Ya, ini pengalaman pertama untukku. Ayo kita harus bergegas, aku mencium bahaya di sini," ajak Ethan.
Mereka semua mulai memasuki hutan, berjalan menyusuri jalan setapak. Bau hutan yang apak, dan pepohonan yang terlalu lapak membuat mereka tidak nyaman. Meski begitu, Ethan menyuruh untuk berjalan beriringan.
"Biar aku di belakang, kau pimpin saja di depan," kata Gray disambut anggukan Ethan.
Gray berjalan paling belakang bersama Djin, di depannya Nagisa dan Christi. Sementara, Emily mendampingi kekasihnya di depan.
"Bagaimana kau tahu rumah para kurcaci ini, sementara kau bilang ini pertama kali kau kemari?" tanya Nagisa kepada Ethan membuka obrolan, setelah berjalan cukup lama di tengah hutan yang sunyi.
Ethan mengulurkan secarik perkamen kusut kepada Nagisa.
"Peta?"
"Ya, itu peta dunia ini. Kami para petualang selalu menerima denah atau peta kondisi geografis tempat yang akan kami singgahi, itulah mengapa aku tahu kemana kita harus berjalan," jawab Ethan lugas.
Gray melirik ke kanan kirinya, sesekali dia menengok ke belakang. Dia merasa ada beberapa pasang mata sedang mengawasi pergerakan kelompoknya. Dia mencengkeram gagang pisau berburu di pinggangnya.
"Sepertinya barusan aku melihat sekelebat bayangan bergerak cepat di sisi kanan kita," bisik Emily cemas meraih lengan kekasihnya.
"Tak apa, itu mungkin penjaga hutan ini. Terus berjalan, dan tetap saling mengawasi," sahut Ethan tenang, namun dia tetap waspada.
Kondisi hutan yang agak gelap, karena cahaya matahari sulit menembus rapatnya pepohonan.
Gray memfungsikan mata iblisnya, dia kini mampu melihat dengan jelas.
Sosok yang terus mengintai pun nampak jelas di matanya.
Sosok itu bertelinga runcing, beberapa di antaranya berambut hitam gelap dan lainnya pirang. Wajah mereka rupawan namun tanpa emosi. Di pinggang terdapat pedang tipis, dan busur serta tabung penuh anak panah di punggung. Mereka adalah ras penjaga hutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Exorcist: Descendant of the King
FantasySekuel The Exorcist Holy Grail (Buku 3)