Chapter 8

2.4K 308 71
                                    

Situasi di depan benteng benar-benar tak terkendali. Ribuan makhluk dari berbagai ras berebut masuk ke dalam benteng, sibuk menyelamatkan diri masing-masing.

Gray berlari menuju Nagisa, dia terjatuh ke tanah, ketika merasakan lututnya lemas. Kondisinya masih belum pulih betul.

"Nagisa!" teriak Gray putus asa. Mendadak dia tertegun, ketika bayangan besar melewati kepalanya.

Sesosok makhluk berbulu besar ditunggangi kurcaci berzirah keperakan. Diikuti ratusan kurcaci lain. Sosok itu adalah beruang besar, diikuti beruang-beruang lainnya yang ditunggangi juga oleh para kurcaci. Sama halnya dengan kurcaci di punggungnya, beruang-beruang itu juga mengenakan zirah pelindung.

Mereka serempak mengayunkan kapak ke depan, tepat ke kepala mayat-mayat hidup yang mulai bermunculan dari dalam tanah.

Nagisa menunduk tepat waktu, ketika kapak mendesing di atas kepalanya langsung menancap ke mayat troll, menumbangkan dalam satu serangan.

"Astaga! Apa itu tadi?!" Nagisa heran melihat barisan mayat hidup di belakangnya, namun semuanya telah tumbang oleh serangan cepat pasukan kavaleri kurcaci.

Tak butuh waktu lama hingga mayat-mayat hidup itu berhasil mereka singkirkan. Mereka lalu berkumpul, dan memandang ke lembah.

"Kapten, ada ribuan mayat hidup yang bergerak ke atas. Menurutku, mereka akan tiba sebelum matahari terbenam,"

Kapten kurcaci menatap ke bawah sambil merenung. Melihat kemunculan mayat-mayat bekas pertempuran lampau yang muncul kembali di dekat benteng, kemungkinan ada sosok necromancer hebat di tengah-tengah pasukan lawan. Apalagi jaraknya begitu jauh.

"Ini akan menjadi malam yang panjang, kita harus bergegas merapatkan barisan pertahanan. Aku akan melapor kepada raja," ujar kapten kurcaci lantas memberi perintah untuk memasukkan pengungsi tanpa pemeriksaan lagi.

"Gray! Gray!" Nagisa menghampiri Gray yang susah payah berdiri. Dia membantu pemuda itu menegakkan diri. "Kau kenapa?"

"Pertarungan terakhir di hutan masih membebani tubuhku, maaf aku tak bisa menolongmu tadi," ucap Gray merasa bersalah.

"Tak apa, biarkan saja yang sudah terjadi. Lagipula sekarang kita fokus memulihkan dirimu karena perang akan segera tiba," tukas Nagisa.

Gray mengangguk berterima kasih.

Keduanya lantas berjalan menuju benteng, bersama dengan rombongan terakhir yang tersisa.

Pintu benteng yang terbuat dari campuran logam langsung ditutup dan disegel dengan rapat.

Pasukan kurcaci disebar di atas benteng, sebagian menjaga gerbang bawah dan membuat pertahanan tambahan. Sebagian besar pengungsi yang kuat dan siap bertempur juga diperbantukan.

Gray dan Nagisa yang masuk dalam rombongan terakhir, berdiri cukup lama. Mereka mengagumi keindahan bagian dalam benteng.

"Ini luar biasa," kata Nagisa tercengang.

Matanya memandang ke segala arah, dia kini berada di pintu gua yang mungkin terbesar yang pernah ada. Langit-langitnya berkilau penuh berlian. Penuh dengan stalaktit. Sementara bagian bawahnya terdapat jalur pejalan luas yang bisa dilewati sampai tiga kereta kuda berjajar bersamaan, dengan di kedua sisinya dibangun parit untuk aliran sungai yang mengalir jernih. Rumah-rumah penduduk dari batu berjajar rapi, dengan pintu bundar dari kayu yang mengilap, dan cerobong asap berbentuk tabung. Stalagmit yang tumbuh dibentuk sedemikian rupa, sehingga lebih mirip pohon batu yang berdaun asli dibanding batuan alam biasa.

Gray dan Nagisa terengah-engah duduk bersandar di dinding batu rumah salah satu kurcaci.

Seorang wanita kurcaci bertubuh tambun keluar dari rumah, secara baik hati memberi mereka berdua minuman.

The Exorcist: Descendant of the KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang