Chapter 12

1.6K 248 131
                                    

Gray dan Helena saling berhadapan di tengah-tengah padang tandus itu.

Angin mengembus kencang menerbangkan ranting pohon yang mati.

"Helena, apa tak ingat aku?" Gray bertanya.

Helena masih memandangnya dingin lebih ke tatapan hina.

"Aku tak mengenalmu, tak sudi juga bergaul dengan darah campuran menjijikan sepertimu," ucap Helena dingin.

"Ada yang salah dengan kepalamu, aku akan membantumu menghancurkan kutukan yang pria brengsek itu tanamkan padamu," seru Gray tak sabar.

"Siapa yang kau bilang brengsek?" tanya Helena.

"Tentu saja Azazel, makhluk yang paling ingin kukalahkan," seru Gray.

Helena terlihat berang mendengar Gray menjelekkan tuannya. Tanpa peringatan dia menyerang Gray dengan brutal.

"Dia sudah gila," komentar Nagisa melihat serangan Helena yang didalamnya ada tekanan membunuh yang kuat.

Gray berjengit ketika menahan ayunan pedang Helena, kedua kakinya terbenam sampai ke mata kaki di dalam tanah.

"Sial," Gray menghentakkan pedangnya. Memutar sedikit pergelangan tangannya, menyerang balik, Helena terbang ke atas untuk menghindar. Pandangannya lurus tajam ke arah Nagisa. "Tak bisa terus menerus menahan diri. Kurasa hanya ini satu-satunya jalan untuk membawa dia,"

Selubung kegelapan menyelimuti tubuhnya, pedangnya berkilau nyala api biru. Mengembuskan dan menarik napasnya secara perlahan, Gray ingin mengakhiri dalam satu serangan.

"Oh ini teknik yang sama dengan Azazel, tapi tidak segelap dan sejahat milik ayahnya, tapi jika mengenai secara langsung bisa mati nih," gumam Lucifer menyesap anggurnya. Sesaat dia berjengit, sesuatu memberi kabar kepada dirinya melalui sambungan telepati. Salah satu raja neraka itu berdiri dari kursi yang disihir dari udara kosong.

Helena terbang menuju Gray dengan kecepatan lebih tinggi dari sebelumnya. Gray sudah bersiap, dia mengayunkan pedangnya.

Lucifer tiba-tiba muncul dan berdiri di antara keduanya, dia menahan pedang Gray dengan lengan kiri, dan dua jari tangan kanan memegang bilah pedang Helena.

"Jangan ikut campur, Paman," geram Gray menatap tajam.

"Aku tahu apa yang kau inginkan dari pertarungan ini, tapi percuma saja untuk sekarang," kata Lucifer.

"Kau tak usah mengguruiku," sergah Gray.

"Bebal memang kau ini, tapi ya terserah, aku dan dia akan pergi,"

"Kemana?"

"Perintah dari entitas tertinggi, kami dan malaikat akan gencatan senjata untuk sementara,"

"Bagaimana dengan pasukan mayat hidupmu ini, Paman?"

"Lakukan sesukamu, mereka juga bukan bawahanku, sampai jumpa,"

Keduanya mengakhiri pembicaraan melalui sambungan telepati. Lucifer menjentikkan jari, seketika dia dan Helena menghilang saat itu juga.

Gray mengalihkan fokusnya berdiri tanpa rasa takut meski di depannya ribuan pasukan mayat hidup kapan pun bisa menyerangnya.

Melihat Lucifer dan Helena tiba-tiba hilang, Necromancer itu kebingungan, dia seakan kehilangan arah. "Tuan, bisakah kita berdamai?" lirihnya, setengah memohon kepada Gray.

Gray maju selangkah, hanya sekejap mata dia sudah di samping Necromancer tersebut. Penyembah ilmu hitam itu melirik takut. Dia membuka mulut, namun sebelum suaranya keluar, Gray dengan dingin menebas lehernya hingga menggelinding ke tanah. Lalu, dia menyarungkan pedangnya, berbalik melangkah ke tempat Nagisa dan Christi.

The Exorcist: Descendant of the KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang