"Frost, dia bukan kucing biasa. Biarkan saja," tegur Ethan kepada anjing berbulu putih miliknya yang mengendus-endus Djin dengan penuh minat.
Djin hanya mengeong pelan, lalu bergelung di atas karpet.
"Sekarang, ada yang bisa kubantu?" tanya Ethan memandang bergantian kepada Gray dan kawan-kawannya.
"Tunggu, sepertinya aku mengenalimu," seru Nagisa mengingat-ingat.
"Oh ya?"
"Apa kau pemuda yang bersama gadis berambut pirang sewaktu bertempur bersama kami di Mesir?"
"Mesir, ya?" Ethan mengingat-ingat kejadian ketika di Mesir. " Ah ya, aku ingat sewaktu melakukan... Eerrr kencan dengan pacarku,"
"Nah, jadi namamu Ethan? Terima kasih atas bantuanmu saat itu," ucap Nagisa senang.
"Itu tak seberapa," balas Ethan santai.
"Apa kau juga pernah mampir ke toko barang antik di sana?" tanya Gray teringat sesuatu.
Ethan menyeringai. "Oh jadi itu kau ya, pantas aku merasa kalau kekuatanmu tak asing bagiku. Rupanya kau pemuda misterius itu,"
Gray membalas seringai Ethan dengan cengiran lebar. Mereka berdua walau terlihat senang di luar, sebenarnya sedang beradu aura kekuatan, saling berhadapan langsung.
Frost yang merasakan kekuatan keduanya menggeram liar, bulu-bulunya berdiri. Begitu juga Djin yang langsung terbangun mengeluarkan cakarnya.
Nagisa dan Christi langsung gemetaran, reflek memegang senjata di tangan.
Ethan menyudahi adu kekuatan ini terlebih dulu, sebab dia melihat barang-barang di tokonya mulai bergeser dari tempatnya semula, beberapa bahkan sudah ambruk. Dia tak ingin merusak benda-benda kesayangannya lebih jauh.
"Apa yang kalian inginkan?" tanya Ethan berkacak pinggang.
"Aku ingin mencari penempa untuk membuatkanku senjata baru," jawab Gray langsung pada intinya seperti biasa.
Ethan bersedekap. "Kenapa menurutmu aku tahu hal-hal seperti itu?"
"William Dixon, kau pasti mengenalnya. Dia lah yang merekomendasikan dirimu kepada kami," sahut Christi.
"Si kacamata sialan, jadi dia yang bermulut besar," gumam Ethan agak kesal. "Aku tak tahu siapa penempa yang dia maksud, tetapi jika para kurcaci yang ingin kalian temui, aku mengenal beberapa di antara mereka."
"Bisakah kau mengenalkanku padanya?" Gray sangat berharap.
"Bisa saja, tunggu sebentar aku akan mengambil sesuatu untuk kalian," ujar Ethan masuk ke dalam toko.
Nagisa mendekatkan diri kepada Gray.
"Apa dia orang yang bisa dipercaya, Gray?"
"Kenapa dengan dia, Nagisa?"
"Aku rasa kita tak boleh percaya begitu saja dengan orang yang baru ditemui, meski dia mengenal salah satu aliansi ordo," bisik Nagisa. "Kekuatannya saja diluar akal sehat manusia biasa."
"Tak apa, jika dia macam-macam aku sendiri yang akan menghabisinya," ujar Gray.
Nagisa terdiam, dalam hati dia masih merasa khawatir.
Ethan keluar membawa kartu kecil di tangannya. Dia menyerahkan kartu itu kepada Gray.
Gray membaca tulisan di kartu pengenal tersebut.
"Skudd? Siapa dia, Reeve?"
"Itu nama kurcaci yang mungkin bisa membantumu, dia seorang yang kompeten dengan pekerjaan aku bisa menjamin itu, Aldric,"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Exorcist: Descendant of the King
FantasySekuel The Exorcist Holy Grail (Buku 3)