Sebuah tangan menyentuh lembut bahu Beby. Beby tersentak, ia membalikkan badannya.
"Kak Rey? Ke-kenapa ada disini?" tanya Beby dengan suara yang masih serak.
Rey menatap prihatin pada gadis itu. Ia menggamit lengan Beby, memintanya untuk duduk bersamanya di kursi tunggu. Rey menatap lekat wajah Beby yang basah dan rambutnya yang berantakan, bahkan beberapa helai rambutnya tampak lengket di sisi wajahnya.
Tangan Rey terulur, menyingkirkan rambut Beby yang menempel di pipinya. Mengusap air mata Beby dengan jemarinya. Ia menangkup wajah Beby yang hangat dan lembab itu dengan kedua tangannya, menatap manik mata Beby dalam-dalam.
"Jangan khawatir, ada gue disini."
Rey membawa Beby dalam pelukannya, merengkuh tubuh Beby yang sedang rapuh. Beby terisak di dada bidang Rey yang hangat. Memeluk erat tubuh kekar itu.
"Beby takut kak. Beby takut kalau nanti Beby harus kehilangan mereka. Beby takut."
Beby bergumam dengan suara yang serak dan gemetar. Suaranya berdesakan dengan isak tangis yang sedari tadi tak berhenti.
Rey mengecup ringan puncak kepala Beby. Tangannya mengusap rambut dan punggung gadis itu, berusaha menenangkannya.
"Elo gak akan kehilangan mereka By. Mereka akan baik-baik aja. Lo harus percaya."
Beby mendongakkan wajahnya, membuat mata mereka saling bertemu.
"Kak Rey tadi belum jawab pertanyaan Beby. Kak Rey kok bisa ada disini?"
Rey menyingkirkan sehelai rambut yang menjuntai di wajah Beby, menyelipkannya di belakang telinga.
"Setiap sore gue kesini buat anterin bekal makan malam buat mama. Waktu gue mau turun dari mobil, gue lihat lo lari-lari masuk rumah sakit. Jadi, ya gue tanya ke petugas resepsionis, ternyata elo lagi kena musibah. Makanya gue samperin," jelasnya.
Suaranya lembut dan tenang. Tidak lagi terasa datar dan dingin seperti biasanya.
"Mamanya Kak Rey kerja disini?"
Rey hanya mengangguk sambil menyunggingkan senyum.
Beby kembali menenggelamkan wajahnya ke dada Rey yang nyaman dan menenangkan.
Lima menit kemudian, seorang dokter laki-laki keluar dari ruang ICU. Beby buru-buru menarik tubuhnya dari pelukan Rey dan menghampiri dokter itu.
"Gimana keadaan orang tua saya, dok?" tanya Beby, harap-harap cemas.
Dokter itu menghadap Beby dengan wajah tenang. "Kondisi Tuan Stevan dan Nyonya Mellisa sedang kritis. Cederanya cukup parah, terutama cedera kepala yang dialami Nyonya Mellisa."
Air mata Beby kembali mengucur deras di kedua pipi mulusnya.
Beby menggigit bibir bawahnya. Hatinya hancur.
"Mama," cicitnya.
Rey tak melepaskan tangannya dari bahu Beby. Sebisa mungkin ia berusaha menguatkan gadis itu.
"Jadi, kita masih tunggu perkembangannya sampai besok. Jika keadaan mereka membaik, kemungkinan besar mereka pasti bisa melewati masa kritis mereka dan akan baik-baik saja," jelasnya.
Rey merengkuh bahu Beby. Gadis itu kembali terisak dalam dekapannya.
"Jadi, apakah kami sudah boleh melihat pasien, dok?" tanya Rey, karena Beby masih tenggelam dalam tangisannya.
Dokter itu menggeleng. "Untuk kebaikan pasien, sebaiknya pasien jangan diganggu terlebih dahulu karena kondisinya masih belum memungkinkan," jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ICY SUGAR [HIATUS]
Ficção Adolescente[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA! ] "Kak Rey itu dingin kayak es. Terus manis juga kayak gula. Ya siapa sih yang gak bakalan suka?" -Beby. Aletta Beby Derandra, seorang gadis pindahan di SMA GALAKSI yang kedatangannya hampir menggemparkan seisi sekolah kare...