22. Kehilangan

34 15 4
                                    

"By, Papa nanti siang ada jadwal buat ganti gips ke rumah sakit. Harusnya kemarin, tapi Dokter Budi sibuk, jadi baru sempat hari ini," kata Stevan memberitahu. Tangannya menyeka bercak air yang tersisa di sudut bibirnya menggunakan tisu.

"Nanti siang? Papa berangkatnya gimana?" Beby meletakkan gelas berisi susu putih yang tinggal tersisa seperempat di bak cuci piring.

"Gampang. Papa tinggal pesan taksi online."

Beby manggut-manggut. Tangannya menyambar ranselnya di kursi sebelah.

"Ya udah, Papa nanti hati-hati, ya? Beby mau berangkat sekolah dulu." Beby mendekat pada Stevan untuk menyalami Papanya.

Kaki jenjang Beby berderap ke arah pintu. Baru saja tangannya menarik kenop pintu agar terbuka, ada penampakan yang langsung mengejutkannya. Beby terlompat kaget dengan jeritan kecil yang berhasil lolos dari bibir mungilnya. Karena wajah Rey yang tiba-tiba sudah terpampang tepat di depan wajahnya.

Rey tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi terkejut yang tergambar jelas di wajah Beby.

"Kak Rey!" pekik Beby.

Kaki Beby menghentak-hentak ke lantai saat menghampiri Rey yang masih menertawakan dirinya. Beby menatap sinis pada Rey yang masih belum berhenti tertawa.

PLAKK!

"Aduh, sakit By!" Rey berhenti tertawa, dan kini berganti mengusap bahunya yang terasa panas.

"Siapa suruh ngetawain Beby?" kesalnya.

Rey mengacak-acak rambut Beby. "Sorry, abisnya lo lucu."

Beby menepis tangan Rey. "Ini tuh masih pagi, Kak. Jangan diacak-acak dong!" keluhnya. Beby menyisir kembali rambutnya dengan jemari.

"Udah lah, yuk berangkat!" Beby berjalan duluan untuk masuk ke dalam mobil.

Rey merapatkan bibirnya. Sepertinya Beby sedang doyan ngomel-ngomel pagi ini. Dirinya mengekor di belakang Beby untuk masuk ke jok pengemudi.

"Manyun teros!" celetuk Rey yang baru saja menghentikan mobilnya di lapangan parkir sekolah.

Karena di sepanjang perjalanan menuju sekolah, Beby hanya diam dan menekuk wajahnya dengan bibir yang dimajukan. Tidak lagi cerewet seperti biasa. Beby melepas seat belt-nya dengan kasar.

"Lagi cosplay jadi bebek!"

Rey mencekal tangan Beby yang hampir meraih pintu mobil. "Inget, lo udah mulai kerja hari ini!" peringat Rey.

Beby menghela nafas. Mengatur kembali batas kesabarannya. Detik selanjutnya ia mengukir senyum di bibirnya.

"Iya sayang. Ya udah, yuk turun!" Beby mengerling menggoda.

Rey mengernyit. "Dih, apaan? Geli gue. Panggil kayak biasa aja!" protesnya.

Senyum Beby hilang. "Iya-iya. Yuk, Kak!"

"Senyumnya mana? Akting lo jelek banget."

Beby mendesis. "Mau turun aja ribet."

Beby kembali mengukir senyum manisnya. "Udah?"

Rey tersenyum tipis. "Good."

Rey dan Beby berjalan beriringan melintasi lapangan parkir. Sebenarnya bukan hal asing lagi, karena mereka memang sudah sering jalan bareng sebelum ini. Yang membedakan kali ini adalah, Beby berjalan sambil menggandeng lengan Rey dengan senyum manis. Berbanding terbalik dengan wajah Rey yang senantiasa datar.

Kejadian langka itu pun mulai menggiring berbagai opini dari banyak murid yang melihat mereka. Banyak yang beropini bahwa Beby sudah berhasil memaksa Rey untuk mau menjadi pacarnya. Yap, seperti itu lah kesimpulan yang diambil dari banyaknya mata yang melihat, karena ekspresi mereka terlihat sangat kontras.

ICY SUGAR [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang