10. Can't Lose

946 112 3
                                    

Aku update nya malam aja biar enak.





















River sedang kalut sekarang. Ini bahaya. Bagaimana bisa ia melupakan hal yang sangat penting? Ia berjalan tergesa-gesa menuju kamarnya di lantai 8. By the way, lantai 8 di hotel mewah ini sudah disewa olehnya sehingga ia dan para anak buah bisa menginap dengan tenang. Ya, seluruh lantai disewa. Itu karena River akan seminggu di Bali dan membawa banyak bawahan dan ajudan. Saking sibuknya, ia sampai lupa mengabari burung kecil yang belum lama ia rawat. Ia lumayan sering memegang ponsel tapi ia gunakan untuk bekerja.

Sumpah, River juga tidak paham kenapa ia bisa melupakan hal sepenting itu.

“Fadil, ponselku kemana?” raut wajahnya makin panik karena ia tidak menemukan benda pipih itu setelah mengitari penjuru ruangan.

“Bukannya Pak River yang membawanya?” tanya Fadil balik.

Yang ada bantal sofa melayang ke lantai. “Kalau aku tahu tempatnya, aku tidak akan bertanya padamu,” sahutnya ketus. Ia kembali mengobrak-abrik kasur dan benda yang ia cari tetap tidak ada.

“Di saku tidak ada, Pak?”

River makin naik pitam. “Daripada bertanya terus mending bantu aku nyari, Fadil!”

Fadil mau tak mau menurut meski dalam hati kesal juga. River yang ceroboh kenapa ia yang dimarahi coba? Tapi sebagai budak korporat yang baik, ia membantu sang atasan mencari ponselnya. Dua orang itu terus mencari sampai kamar itu terlihat berantakan.

“Tidak ada, Pak. Memang terakhir Pak River taruh dimana? Apa Pak River ingat?”

“Terakhir aku memegang ponsel saat bertemu Pak Freddy. Setelah itu aku benar-benar sibuk. Kamu tahu sendiri aku lebih sering memegang iPad atau laptop dibanding ponsel.” laki-laki berumur 23 tahun itu tampak frustasi. Bisa-bisanya ia kehilangan ponsel di situasi genting.

“Habis ketemu Pak Menteri.... itu berarti baru kemarin, Pak,” jelas Fadil.

“Aku tahu!” amarahnya masih belum terkontrol. “Tapi masalahnya, aku belum menghubungi Eden! Lagipula, kenapa kamu bisa ceroboh sampai aku kehilangan ponsel? Kamu tidak menyimpan barang-barangku, hah?”

Fadil terdiam. Tidak bisa membantah. Sebagai sekretaris pribadi, sudah termasuk tugasnya juga untuk menjaga dan menyiapkan keperluan kerja River. Ia akui ia salah dan lalai. Ia menunduk dalam dengan sopan.

“Maafkan saya, Pak.”

“Bilang ke pihak hotel untuk mengerahkan pegawainya untuk mencari ponselku. Telusuri seluruh area hotel ini siapa tahu terjatuh di suatu tempat,” titah River akhirnya. Memilih duduk di sofa sambil melepas dasi yang begitu mencekik.

“Baik, Pak.”

“Oh ya, Fadil.” River tampak ragu. “Boleh pinjam ponselmu? Kamu punya nomornya Eden, kan?”

“Pasti Mbak Evie sangat kecewa sekarang, Pak. Dia menunggu kabar Pak River sambil terus melihat ponselnya. Belum lagi ini sudah hari keenam anda  pergi ke Bali. Mbak Evie itu tipikal gadis yang tidak akan menghubungi duluan, Pak. Biasa—“

“Sudah ceramahnya?” potong River malas. “Berhenti memanggilnya Mbak. Berapa kali aku bilang?” ia mengambil ponsel yang diulurkan Fadil, lalu mencari kontak Evie disana.

Take A Chance With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang