14. Suspicious

782 96 14
                                    

I'm back again ❤️















Inilah hari besar yang ditunggu-tunggu. Kampanye Akbar Malik-Waluyo yang akan dilaksanakan di Jakarta International Stadium pukul 3 sore WIB. Sejak pagi, tentu semuanya sudah bersiap-siap termasuk keluarga Malik dan Waluyo. River dan Al secara perdana akan muncul bersama mendampingi sang Ayah, termasuk Yuvia. Lalu di pihak Waluyo ada sang istri dan juga Angelina. Lalu para ketum partai di Koalisi Maju juga hadir, tentu saja ada Dierja. Banyak tokoh-tokoh penting pendukung paslon ini yang hadir. Seperti Menteri BUMN Samuel Rizal, Menteri Pemuda dan Olahraga Galang Budianto, influencer muda sekaligus artis Dean Martin, dan masih banyak lagi. Anna juga akan hadir menemani sang suami. Bisa dilihat semua orang yang terlibat hadir, dan ada satu yang tidak ada dalam daftar.

Yaitu Evie.

Dia jadi sensitif masalah kampanye dan sejenisnya. Terlebih acara-acara penting yang mengharuskan River ikut. Masalahnya adalah, hanya dia yang tidak boleh mengikuti semua acara itu. Selalu dengan alasan yang sama. Demi keamanan. Itu tidak adil, bukan? Lagipula JIS luas, akan ada banyak orang. Mustahil akan ada orang yang melukainya di tempat keramaian. Lagian sampai kapan ia dikurung di apartemen River?

Sedangkan semua orang pada pergi, dan ia akan sendirian?

"Kenapa harus aku lagi yang mengalah?! Papa tega ninggalin aku sendirian di rumah?"

Tuan putri itu terus merengek dan berteriak di rumah besar keluarga Winareksa. Tak peduli kalau ada keluarga Hartawan yang memang berkunjung. Maklum, kan calon besan. Jadi di pagi jam 10 ini mereka sudah berkumpul. Yah, berkumpul sebentar sebelum pergi.

"Evie, tidak baik teriak-teriak. Ada tamu," peringat Anna. Ia melirik keluarga Hartawan yang sudah duduk di ruang tamu dan melihat tantrumnya Evie dengan kekehan geli.

"Pokoknya aku mau ikut! Aku tidak mau sendirian!" lagi, Evie kembali merengek ke Dierja yang tampak sibuk berbincang dengan Guntur. "Papa dengerin Evie gak, sih?!" sentaknya karena Dierja mengacuhkannya.

"Evie." Anna kembali memperingati Evie agar tidak teriak-teriak ke Dierja.

"Mama sama aja! Gak ada yang belain Evie!" karena capek, Evie membanting gelas yang ia bawa lalu pergi ke kamar dengan isakan kecil. Tak lupa kakinya juga dihentakkan. Pintu kamar yang ditutup keras membuat Dierja hampir jantungan.

"Astaga, anak itu." Dierja memijit pelipisnya sendiri.

Anna tidak tega juga sebenarnya. "Biarin Evie ikut ya, Pa. Kasihan dia rumah sendirian."

"Jangan terpengaruh. Biarkan Evie seperti itu. Kita melakukan ini demi kebaikannya juga. Musuh politikku banyak. Kamu mau Evie terluka lagi seperti dulu? Bahkan luka goresan di lengannya saja meninggalkan bekas."

"Apa sebaiknya dia di apartemen River saja?"

"Tidak usah. Sudah bagus Evie kemari. Setidaknya disini ada asisten rumah tangga. Kalau ada apa-apa, Evie ada yang bantu."

Anna mengangguk pasrah. Tak bisa mengelak kalau sang suami sudah berbicara begitu. Semoga Evie bisa paham saat dia merenung diri di kamar. Mungkin habis kampanye ini ia bisa membelikan apa yang Evie mau. Sebagai bentuk sogokan.

"Evie marah?" suara Malik terdengar. "Hanya Evie yang bisa ngecounter Dierja," sambungnya diselingi kekehan. Lucu saja melihat ketum partai besar yang tidak berkutik saat dibentak-bentak oleh Evie.

"Punya anak gadis satu tapi bikin darah tinggi setiap hari." Dierja ikut gabung dan duduk di ruang tamu. Ada Anna yang duduk disampingnya. "River, kamu lihat sendiri kan? Tuan putri kalau ngambek begitu. Tapi tadi masih tergolong sopan, mungkin karena ada keluargamu. Aslinya, dia bisa lebih cerewet dan akan terus merengek sampai keinginannya terpenuhi."

Take A Chance With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang