"Pagi Papa sayang!"
River yang sedang menikmati kopi hangat di pagi hari lantas menoleh ke sumber suara. Muncullah Evie dengan baju crop top. Memperlihatkan perutnya yang agak membuncit. Rambut blonde nya yang panjang dicepol asal-asalan. Membuat leher jenjangnya terekspos dihiasi anak-anak rambut yang menjuntai. Bahunya yang polos tanpa halangan itu membuat hasrat River muncul. Setelah Evie ada didekatnya, ia langsung menariknya.
"Lepas ihh!! Masih pagi ini." Evie menggeliat geli saat lehernya dikecup beberapa kali. Jangan sampai River kebablasan dan berakhir cowok itu tidak jadi pergi.
"Daritadi aku tuh udah nyium bau permen kapas, tapi aku diem aja karena aku tau kamu bakal datang sendiri. Ternyata benar." River tergelak. Padahal sejak tadi ia ada kamarnya, tapi aroma Evie sudah tercium. Ia tebak Evie sudah mandi dan pasti sedang berkeliling apartemen untuk mencarinya. Dugannya benar, kan?
"Aku emang nyari kamu, hehehe."
Masih dengan posisi memangku Evie, ia menghadapkan tubuhnya ke depan komputer. River mengutak-atik sebentar dan Evie diam saja melihat tunangannya itu fokus. Dan saat layar komputer itu menunjukkan gambar gedung Modern Furniture, kepala Evie otomatis mendongak.
"Perusahaan mebel kamu, kan?" Evie kini mencermati gambar—ah tidak, seperti sketsa—yang bergerak sendiri. Menjadi lebih besar. "Mau kamu renovasi?"
"Iya. Ini Modern Furniture yang ada di Jakarta sekaligus kantor pusatnya. Karena Modern Furniture sudah punya beberapa cabang, aku rasa kantor pusat harus direnovasi." tangan kanan River kini sibuk dengan mouse. "Rancangannya sudah jadi, dan akan dibangun 1 atau 2 bulan kedepan."
Evie mengangguk pelan. "Wah, besar banget. Ternyata kamu kaya juga."
Mendengar itu River tergelak. "Sebelum jadi anak capres, aku juga anak gubernur dan anak mantan jenderal yang jadi politikus."
"Dih, jadi anak capres aja sombong." Evie terkekeh.
"Kamu boleh kok sombong, kan jadi menantu presiden."
Tangan Evie bersedekap di dada. "Tentu saja. Nanti aku pamerin ke Angelina sekalian. Biar tau tempat dia."
River geleng-geleng kepala. Ia membuka laci dan mengambil amplop besar. Ia buka amplop itu dan menunjukan sebuah dokumen rahasia ke Evie. "Modern Furniture, akan aku percayakan ke kamu. Kamu akan jadi pemegang saham terbesar kedua. Dan akan kita wariskan juga ke anak kita kelak."
Mata hijau itu membulat sempurna. "Aku? Tapi aku gak paham beginian?"
"Modern Furniture ini aku dirikan dengan alasan agar aku punya penghasilan sendiri sebelum berkeluarga. Aku tidak mungkin mengandalkan harta Ayah untuk kehidupanku nanti. Tapi melihat kondisi sekarang—dimana aku jadi angggota DPD—aku jadi tidak yakin bisa menjalankannya. Bisa juga aku akan mengikuti Ayah dinas luar kota atau luar negeri. Aku akan sibuk di partai juga, bekerja dengan Paman Dierja. Jadi aku pikir, lebih baik mempercayakannya ke kamu. Kamu sanggup, kan?"
Evie terdiam sambil membaca dokumen dihadapannya. Disitu tertulis ia akan menjadi CEO baru dan mendapat saham juga. Pemegang saham kedua setelah River sendiri. Masalahnya, ia belum pernah menjalankan bisnis. Apa ia bisa?
"Aku ragu..."
"Gapapa, nanti aku ajarin. Nanti aku carikan orang juga yang bisa bantu kamu. Mau, kan?"
Akhirnya Evie mengangguk. "Oke, aku mau."
Kepala Evie dicium dari belakang. "Makasih, Eden-ku yang manis."
"Habis ini kamu mau kemana?" Evie mendongak. Langsung saja bibir kecilnya jadi sasaran ciuman.
"Ke kantor DPP." maaf, untuk kali ini River berbohong. Karena ia tidak mungkin menjawabnya secara detail.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take A Chance With Me
Fiksi Remaja[Hartawan-Lukito Series #1] - Bisa dibaca terpisah. River dan Evie sudah bertunangan sejak mereka kecil. Mereka hanya selisih setahun saja. Dan pertunangan itu ada karena bisnis diantara dua keluarga. Keluarga Winareksa yang memang sangat berjasa a...