17. Yes, It's True

834 93 34
                                    

River membuka matanya karena ia merasa seperti ada yang membentur punggungnya dibelakang. Ia juga merasakan hembusan nafas halus. Saat ia berbalik, ia melihat Evie yang masih memejamkan mata. Meringkuk dengan kedua tangan yang saling menggenggam. Seperti bayi. Selain selalu minta ini itu saat malam, Evie juga ingin tidur di kamar River. Tahu sendiri Evie lagi suka sama bau tubuhnya. Jadi dia semacam tidak mau jauh-jauh. Entahlah, Evie jadi makin menempel padanya. Kalau River ya mau-mau aja ditempeli begini. Malah ia yang senang karena Evie secara sukarela mendekatkan dirinya.

Masa iya mau River tolak?

"Tuan putri, bangun. Jangan kebo."

Lihatlah, Evie bahkan masih memakai kemejanya yang semalam. Apa bau tubuhnya sewangi itu sampai Evie betah? Padahal dulu Evie biasa-biasa saja dengan bau di tubuhnya. Apa jangan-jangan karena hamil? River terpaku sejenak. Benar, Evie sudah pasti hamil. Semua tingkahnya ini sudah sangat jelas. Apalagi sekarang, Evie jadi suka mangga muda yang asam, sering mual, dan mood nya naik turun. Kalau memang hamil, kira-kira sudah berapa minggu?

"Anak kucingnya sudah ada ternyata."

River memilih mandi duluan. Membiarkan Evie terlelap lagi. Karena dia semalam dia juga menangis karena takut petir. Hujannya deras di jam pagi buta dan Evie terbangun karena takut. Akhirnya River juga harus terjaga dan menenangkan Evie, baru ia tidur lagi. Setelah mandi, ia keluar kamar dan melihat asisten rumah tangga yang sudah menyiapkan sarapan di meja makan.

"Mbak Evie masih mual-mual, Pak?" tanya salah satu dari mereka.

"Masih, tapi agak mendingan."

"Menurut saya, mbak Evie hamil deh. Gejalanya persis kayak orang hamil soalnya. Pas Pak River tidak ada, mbak Evie juga sering muntah sampai lemas. Kadang minta diolesin kayu putih sama saya, atau minta dikerokin."

"Mbok juga berpikir kalau Eden hamil, ya?" tak sadar River tersenyum tipis. Seperti ada euforia baru didadanya saat menyadari kalau Evie hamil. River tidak bisa menjelaskannya. Yang jelas, dia merasakan dadanya terus membuncah.

"Mending dibawa ke rumah sakit saja, Pak. Biar jelas juga."

River mengangguk. "Benar, rencananya juga mau saya bawa ke rumah sakit hari ini."

"Syukurlah, kalau begitu mbok permisi dulu. Selamat makan, Pak."

"Iya, terimakasih ya mbok."

Sepeninggal asisten rumah tangga itu, River melanjutkan acara sarapannya. Ia sudah yakin kalau Evie hamil. Tapi yang sedang ia bingungkan adalah, bagaimana caranya memberitahu Dierja? Bikin pusing saja.

"River, kamu makan apa?"

Muncullah Evie yang baru bangun tidur. Rambutnya berantakan dan matanya masih sayu. Ia memeluk leher River dari belakang sambil cekikikan. "Wangi banget."

"Ya jelas wangi, aku habis mandi." laki-laki itu tergelak. Balas memegang lengan kecil dan mengelusnya pelan. "Duduk sini, ada yang mau aku bicarakan sama kamu." River menunjuk kursi disebelahnya. Evie menurut dan duduk disana dengan wajah penasaran.

"Mau bicara apa?"

River menarik kursi yang diduduki Evie agar mendekat. Ia merangkul bahu Evie, sedangkan tangan satunya menyentuh jemari Evie yang ada diatas paha. "Sayang, kamu kelihatannya lagi hamil. Kamu berpikir begitu juga, tidak?"

Satu kalimat itu berhasil membuat Evie mematung. Ia menoleh ke samping dan ekspresinya masih sulit percaya. "Aku hamil? Masa, sih?"

"Kamu telat haid udah berapa lama?"

Saat itu juga Evie tersadar dan menutup mulutnya sendiri. "Aku udah telat dua minggu lebih. Itu tidak wajar, kan? Aku memang sering telat tapi tidak sampai se-lama ini."

Take A Chance With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang