32. Political Damaging Strategy

463 60 18
                                    

"Are you okay? The baby?"

"We totally fine." Evie mengangguk singkat. Tangannya terangkat untuk merapikan rambut River yang berantakan. "Because we have a best Papa in our life. Semangat ya, Papa! Kamu tidak sendirian."

Senyum River terangkat. Ia menarik Evie untuk ia dekap. "You two—are the best gift that God send for me." tak dapat River jabarkan bagaimana rasanya mempunyai Evie dan calon anaknya dalam hidupnya. Hadiah terindah yang pernah ia dapatkan, too precious.

"Pasti berat banget buat kamu." Evie ikut membalas pelukan itu tak kalah eratnya. Ia sudah mendengar soal Malik yang mengadakan konferensi pers dadakan—dan River yang dimarahi habis-habisan oleh Dierja. River memikul semuanya sendirian, dan itu demi dirinya dan juga sang calon bayi.

"Not that much, Eden. Yang paling penting adalah—you and our baby. Apapaun masalahnya aku bisa tanggung, asal kalian berdua baik-baik saja."

Evie tak dapat menahan air matanya. Lihatlah, River sangat bertanggungjawab bukan? Ia rela melakukan apapun dan berkata kalau masalah ini belum seberapa. Mengenal sosok River sejak lama, Evie baru sadar kalau—

—River yang selalu melindunginya, itu tidak berubah sejak dulu.

"River, aku udah pernah bilang atau belum sih?" Evie mengusap kasar air matanya.

"Bilang apa?"

"Kalau aku cinta sama kamu."

River terkekeh. Ia mengecup puncak kepala Evie saking gemasnya. "Not yet... maybe? Tapi tanpa bilang pun, I already know that you love me. Itu mudah dilihat, Eden." ingatan River langsung menerawang. "But, I fell first. And then fell harder."

"Oh, ya? Sejak kapan?" tanya Evie penasaran.

"Entah. Perasaan itu tumbuh begitu saja karena kita sering bersama. Dulu aku menganggapku sebagai adik kecil yang harus aku jaga. Tapi sekarang, you're a precious wife that I must protect. Karena kamu berharga, more precious than thousands stars in the skyaku harus melindungimu."

Evie bukannya tersipu malah geli. Ia memukul pelan dada River sambil terkikik. "Kok aku geli ya ngeliat kamu ngomong gitu?"

Yang ada pemuda 24 tahun itu berdecak kesal. "Kamu ngerusak suasana, sayang. Padahal udah romantis."

"Lagian kalimatmu puitis banget."

"Kamu gak tersentuh? Atau terharu gitu?"

"Enggak."

River berdecak kesal. "Apa karena bawaan bayi? Adeknya ngerasa geli kalau Papanya muji Mamanya, kah?"

Evie tampak berpikir tapi kemudian ia setuju. "Bisa aja. Kayaknya anak kita cowok, deh."

"Bagus itu. Anak pertama cowok, nanti bisa ngelindungin adik-adiknya."

Evie mendongakkan kepalanya dan langsung memicingkan mata tajam. "Anak pertama? Adik-adiknya? Emang kita mau punya anak berapa?" tanya Evie horor.

"4? Aku sejak dulu pengen punya anak 4. Cowok, kembar cewek-cowok, lalu yang paling bungsu cewek."

"Apa? Empat? Kembar?" Evie makin terkejut. Anak empat saja itu udah banyak! Dan ini ada kembar juga? "Kebanyakan itu, River! Dua aja cukup! Atau satu aja anak tunggal."

"Why not? Twins.. sounds fun right?"

Evie menggeram tertahan. "Fun kepalamu!"

"Lihat saja, sayang. Di masa depan anak kita bakalan empat sesuai urutan tadi. Aku berani jamin." River menaikturunkan alisnya menggoda. Evie memutar bola matanya malas dan enggan berkomentar.

Take A Chance With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang