Chapter 10 - Pelukan Hangat

413 70 13
                                    

Fajar belum nampak di langit Guangzhou namun salah seorang penghuni apartemen mewah di pusat kota itu sudah terbangun. Peter memang rajin bangun pagi. Biasanya untuk olahraga jogging di taman atau sekadar di ruang olahraga pribadi miliknya. Apa pagi ini juga begitu?

Sayangnya tidak.

Dokter Henry menelfon Peter jauh sebelum jam bangun tidur pria itu. "Shixun demam tinggi." Begitu katanya dengan nada khawatir.

Tentu saja Peter langsung bersiap ke rumah sakit. Dia lupa harus berganti pakaian yang lebih rapi. Hanya ke kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi sebentar. Peter keluar dari apartemennye menggunakan piyama dongker yang ia lapisi dengan cardigan warna senada.

Siapapun yang mengenal sosok Peter Ling sebagai pria fashionable tidak akan melihat gelar itu pada penampilan Peter pagi ini. Penampilannya jauh berbeda jika membandingkan dengan gaya berpakaiannya sehari-hari. Biasanya Peter tampil mengenakan kaos atau kemeja ekstra mahal. Dia detektif tapi gaya berpakaiannya bak model internasional.

Alih-alih tampil seperti di karpet merah, Peter terlihat masa bodoh dengan pakaian yang sedang ia kenakan. Peter tidak bercermin di spion tengah untuk memastikan kerapian rambutnya seperti yang sering ia lakukan sambil mengemudi. Tidak ada waktu untuk menata rambut atau sekadar menyisirnya. Kedua kantung matanya juga masih terlihat hitam karena ia juga tidak mengoleskan krim apapun pada wajahnya.

Pemberitahuan Dokter Henry terdengar menggelegar di telinga sehingga tidak ada hal lain yang ia prioritaskan kecuali keadaan Shixun sekarang. Peter takut terjadi sesuatu yang buruk pada anak itu. Kasus akan selesai tanpa keadilan jika sampai Shixun meninggal. Itu bukan tujuannya. Tujuan Peter adalah mengungkap kasus itu dan memberikan keadilan bagi si korban.

Terlihat berlebihan jika berpikir Shixun akan meninggal hanya karena demam tinggi. Tapi, siapa yang bisa menebak takdir? Siapapun bisa meninggal tanpa harus sakit terlebih dulu.

Peter tidak bisa tenang selama pelajaran. Rasa takutnya ia lampiaskan dengan cara mengebut sepanjang rute menuju rumah sakit. Sama sekali tidak peduli jika nomor pelat mobilnya akan tertangkap kamera CCTV tilang dan ia akan dipanggil oleh tim kesatuan lalu lintas.

Begitu tiba di area parkir rumah sakit, Peter tidak memarkirkan mobilnya sesuai aturan. Dia langsung keluar mobil dan berlarian menuju bangsa tempat Shixun di rawat. Gedung itu masih sangat sepi. Hanya terlihat beberapa perawat yang jaga malam. Peter berlalu melewati meja perawat dan langsung masuk ke kamar Shixun.

Dokter Henry masih ada di ruangan itu dan sedang menyuntikkan cairan anti peradangan ke botol infus Shixun. "Oh, kau sudah datang?" sapanya agak terkejut. Ia tidak menyangka Peter akan langsung datang begitu ia menelfon.

"Bagaimana keadaannya?" Peter mendekati ranjang dan reflek menempelkan punggung tangannya ke dahi Shixun.

"Sudah lebih membaik walaupun masih demam."

Peter menghela napas lega. Sebelah tangannya mencengkeram besi pagar ranjang untuk menyalurkan kelegaan itu.

"Kemarin kalian makan malam bersama, kan?"

"Iya." balas Peter tanpa menatap Dokter Henry. Kedua bola matanya masih terpaku menata Shixun yang merintih gelisah dalam tidurnya.

"Apa yang Shixun makan?"

"Udang dan ikan ka—" Peter berhenti menjawab. Ia berdiri tegak melirik Dokter Henry. Dari raut wajah dokter berkacamata itu, sepertinya ia bisa menebak sesuatu. "Shixun alergi seafood?"

Dokter Henry mengangguk. Tangannya menyingkap kerah piyama Shixun untuk menunjukkan bintik-bintik merah di leher si pasien. "Seperti yang bisa kau lihat, alerginya menyebar ke beberapa bagian tubuh. Dia juga sempat sesak napas."

Mr. Miracle [END] CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang