Chapter 31 - Dia Tidak Sendiri

325 62 9
                                    

Sudah hampir satu bulan tetapi Peter belum juga pulang ke Guangzhou. Alasannya bermacam-macam, dari soal kasus yang tidak mau berhenti mengalir seperti air, hingga harus menemani para atasannya menghadiri jamuan penting kenegaraan. Peter memang sesibuk itu. Ia tidak mengada-ada atas kesibukannya. Namun, alasan terbesarnya adalah takut tidak bisa kembali ke Beijing apabila sudah berada di dekat Shixun. 

Sebagai seorang anak yang memiliki naluri kerinduan pada sosok ayah, Shixun belum menyerah bertanya kapan pria itu pulang. Ia tidak tahu mengapa hampir setiap hari menanyakannya ketika tengah mengobrol melalui pesan atau panggilan singkat. Shixun hanya merasa ia perlu memastikan Peter tidak meninggalkannya. 

Seperti pagi ini misalnya. Shixun duduk di depan ponsel yang ia letakkan di meja makan. Mengabaikan menu sarapan yang sudah dimasak sang ibu untuknya. Sorot matanya hanya tertuju pada layar, menunggu balasan datang. 

"Shixun, makan dulu nanti sayurnya dingin," tegur Sara karena Shixun belum menyentuh makanannya hingga sepuluh menit berlalu begitu saja. 

Shixun berdecak. Menggeser ponselnya untuk meraih piring nasi dan mangkuk berisi sup bayam kesukaannya. Ia beranjak dari kursi untuk cuci tangan lagi karena tangannya sudah kering. Itu adalah salah satu kebiasaan yang belum bisa ia ubah. Shixun hanya bisa memulai makan ketika tangannya basah. Jika tangannya sudah kering, ia akan mencuci tangan lagi. 

Sara mengurut dahinya yang pening menghadapi kebiasaan Shixun. Semakin hari semakin menjadi-jadi. Didekatinya remaja tinggi itu untuk melihat kondisi tangan Shixun yang sedikit iritasi karena terlalu banyak memakai sabun. Dalam hati ia meringis. Tidak sanggup membayangkan reaksi Peter apabila mengetahui kondisi anak kesayangannya itu. 

"Kenapa?" tanya Shixun menyadari tatapan sang ibu. 

"Kau tidak boleh terlalu banyak memakai sabun, Sayang," ucap Sara lembut. 

"Detektif Ling bilang aku harus cuci tangan pakai sabun supaya bersih," balas Sehun, kembali lagi ke kursinya dan mulai menyantap makanan. 

"Iya, tapi tidak boleh sebanyak itu. Lihat tanganmu. Mulai mengelupas, bukan?" 

Shixun memperhatikan kedua telapak tangannya. Memerah dan ada beberapa bagian yang mengelupas. Kadang-kadang ia merasa perih juga. "Oke," katanya sambil mengangguk. 

"Oke apa?" tanya Sara bingung. 

"Aku akan mengurangi pemakaian sabun." 

Sara mengusap bahu Shixun lalu ikut duduk di samping putranya. "Hari ini mau menggambar atau latihan piano lagi?" tanyanya sambil mengambil makanan untuk dirinya sendiri. 

"Aku mau ke toko buku," jawab Shixun antusias. Wajahnya berseri-seri lagi membayangkan perjalanannya ke toko buku yang pastinya akan sangat mengasyikkan. 

"Baiklah. Nanti Ibu sekalian beli peralatan untuk menyulam. Benang Ibu sudah habis." 

Shixun menggeleng ribut. "Aku ingin pergi bersama Ling Wei dan Paman Ling Xiao," tolaknya. 

Sara menatap Shixun bingung. Akhir-akhir ini anaknya lebih sering bermain di kediaman Ling Wei untuk bermain di sana daripada menghabiskan waktu di rumah sendiri. Padahal kata Linyi, dulu Shixun lebih suka berada di rumah meskipun tinggal sendirian menunggu Peter pulang. Mungkin karena remaja delapan belas tahun itusudah mengerti bahwa bermain bersama teman lebih menyenangkan dibanding bermain sendiri, jadi ia mudah bosan bermain di rumah. 

🍉Mr. Miracle🍉

Minggu lalu Shixun sudah ke toko buku bersama ibunya. Ia tidak membeli buku baru, tetapi memborong cukup banyak peralatan menulis dan menggambar. Meskipun ia sudah memiliki seperangkat teknologi modern yang bisa menunjang hobinya seperti tablet dan juga laptop, ia lebih suka menulis dan menggambar secara manual. Ia suka mendengar suara goresan ujung pensil yang mengarsir kertas. Rasanya menenangkan karena ia bisa memiliki dunianya sendiri. 

Mr. Miracle [END] CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang