Chapter 29 - Pergi

330 67 9
                                    

Peter mengajak Sara dan Shixun makan malam dalam perjalanan pulang ke Guangzhou. Restoran steik menjadi pilihannya karena hanya menu itu yang cocok untuk lidah ketiganya. Selama perjalanan ia hanya diam tidak mau mengganggu pertemuan ibu dan anak yang terpisah beberapa bulan.

"Dia pasti akan tidur bersama Vivi," ujar Sara begitu memerhatikan Shixun memasuki restoran bersama anak anjing di sampingnya.

"Selama Vivi tidak mengompol di kasur, aku tidak masalah."

Sara terkekeh pelan. Ia tahu kalau Peter menahan pertanyaan dan ia pun memilih diam sampai menemukan waktu yang tepat. "Terima kasih," katanya karena Peter menarikkan sebuah kursi untuk ia duduki.

"Tolong berikan menu utama hari ini," kata Peter pada pelayan.

"Baik."

Begitu makanan dihidangkan ke meja, Shixun merengek tidak suka pada butiran kacang polong pada piring sajinya.

"Sini." Peter mengambil hot plate Shixun untuk mengambili kacang polongnya sekaligus memotongkan daging.

"Kau tahu Shixun tidak makan kacang polong?"

Peter mengangguk. "Saat di rumah sakit, Shixun membuangi kacang polong di piringnya," balasnya, kemudian mendekat ke Sara untuk berbisik, "Ayahnya 'kan tidak suka kacang polong."

Sara mengedipkan mata cepat. Terkejut pada ucapan Peter yang terdengar bangga menjadi ayah bagi anaknya. Ia lantas tersenyum menyadari bagaimana Peter berusaha menyembunyikan hubungan itu.

"Cuci tangan dulu," titah Peter pada Shixun setelah ia selesai memotong-motong daging steik si anak. Selagi Shixun beranjak dari kursi, ia meraih hot plate milik Sara dan melakukan hal yang sama sebelum memotong daging ke piringnya sendiri. "Katakan sesuatu," pintanya. Tidak sadar kalau sejak tadi ia berbagi pisau untuk tiga potong daging dari piring berbeda. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.

"Shixun tidak sepenuhnya tidak bisa bicara," jelas Sara, paham pada kerutan di dahi Peter yang sejak tadi ia lihat. Ia berdiri untuk cuci tangan dan Peter mengikutinya. Ia mengambilkan tisu kering ketika Peter selesai membasuh tangan sambil berkata, "Saat di Seoul, Shixun memakai identitas Seon untuk menerima bantuan dari yayasan sosial."

"Dan Seon adalah anak berkebutuhan khusus?" tebak Peter.

"Iya," balas Sara, kembali duduk di kursinya. "Satu-satunya kekurangan Shixun hanya ketakutannya pada orang asing. Selebihnya dia baik-baik saja."

Shixun yang mendengar namanya disebut sontak mendongak. Mulutnya bergerak dengan suara super pelan sebagaimana suara aslinya. "Kalian membicarakan apa?" tanyanya penasaran.

Peter diam. Masih terkejut karena Shixun ternyata bisa berbicara meski hanya berupa bisikan. Luka jahit di leher Shixun terlihat jelas dan ia ingin menangis karena tidak ada di sana ketika Shixun sakit.

"Yizhou bilang kalau kau sangat manja."

Shixun mengerang manja dengan mata menyipit dan bibir cemberut. Perut lapar membuat ia lebih tertarik pada makanannya dibanding memusingkan percakapan orang dewasa yang duduk bersebalahan di seberang meja.

"Makan pelan-pelan," tegur Peter karena Shixun terburu-buru mengunyah makanannya. Ia pun mulai mengunyah ketika melihat Sara memulai suapannya lebih dulu. Matanya tak berhenti menatap Sara dan Shixun bergantian. Di matanya sekarang, satu meja kecil berisi tiga kepala itu mirip seperti keluarga bahagia.

Sayangnya tidak. Mereka tidak sekeluarga. Benar bahwa Peter adalah ayah, Sara adalah ibu, dan Shixun adalah anak. Ada sesuatu di mata Peter dan Sara yang menyatakan bahwa keluarga yang dilihat orang lain hanya sebuah ilusi. Faktanya mereka tidak benar-benar membangun keluarga.

Mr. Miracle [END] CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang