agak sedikit sedih... cerita ini bakalan (sedikit lagi) selesai dalam beberapa chapter ke depan. oiya klo cerita ini bakalan tamat, author sepenuhnya fokus sama Royal Academy, muahaha ^^
emm walaupun sbnrnya fokus ke RA nanti author bakalan bikin cerita one shoot kalau bener2 lagi bete sama Teressa *ditimpukTere (maafkan author gaje ini) wakakaka.
happy reading! :D
---
Hari study tour tiba.
Nina sibuk memasukkan peralatan mandi, memasak, pakaiannya, dan jaketnya ke dalam tas biru lautnya. Ia juga membawa sedikit pernak – pernik ke dalam tasnya. Gerakan tangannya terhenti saat ia memegang gantungan bola futsal yang sedikit lusuh karena sudah lama ia simpan. Ia tersenyum sendu lalu memasukkan barang kesayangannya ke dalam tasnya dengan hati – hati.
Ia beranjak dari duduknya di karpet kamarnya dan berdiri di meja rias, ia memperhatikan penampilannya kilat. Baju T-Shirt kuningnya bergambar wajah yang di bagi dua. Di bagian satu wajah itu tersenyum dan di bagian yang lain wajah itu menangis, menggambarkan ekspresinya yang sekarang. Nina melihat bayangannya, mendekatkan mukanya di kaca sambil tersenyum.
"sudahlah jangan berpura – pura lagi." Seru bayangan tersebut dengan raut wajah kesal.
Nina menyentuh permukaan kaca yang dingin, bayangan tersebut masih memasang raut wajah kesalnya. Sekali lagi, Nina tersenyum sendu.
"tapi aku harus." Katanya sambil mengusap permukaan kaca.
Bayangan itu mendengus sebal sementara Nina tertawa kecil seraya beranjak mengambil tas biru lautnya. Rambutnya yang sebahu sudah mulai panjang dan ia mengikatnya seperti biasa tanpa memakai poni walaupun masih ada anak rambut yang membandel. Nina mulai memakai jam tangan swissnya yang berwarna abu – abu. Suara pintu terbuka terdengar saat Nina membukanya pelan – pelan. Ia berjalan santai dan turun ke lantai satu. Didapatinya Mom dan Dad sedang sarapan bersama di meja makan. Ia menyapa Mom dan mencium pipinya lalu duduk setelah menyapa Dad.
"Hari ini kau study tour kan? Hati – hati ya." Ingat Dad.
Nina menoleh ke arah Dad yang membaca koran tanpa sedikitpun menoleh ke arahnya, ia menghembuskan nafas berat dan tersenyum.
"yes, Dad." Sahutnya.
"oh ya Nin, di sana kan alam liar. Kau harus membawa kompas agar tidak tersesat." Tegur Mom.
Baru saja Nina ingin mengolesi roti paginya dengan selai cokelat kesukaannya, ia menepuk jidatnya keras. Membuat Mom dan Dad terlonjak kaget.
"astaga! Aku lupa kompas." Pekiknya panik.
Dad berdiri dari kursi dan memandangnya khawatir.
"apa perlu Dad belikan?" tanyanya.
"oh tidak usah Dad." Cegah Nina sambil berusaha menyuruh Dad kembali duduk.
Everything is gonna be alright, everything gonna be alright... ucapnya dalam hati.
***
"Hai Ify! Rio! Andre!" Sapa Nina dengan senyum cerianya.
Ketiganya terlonjak kaget, mereka yang tadi sedang santai di depan bus kelas 10e sembari mengobrol menjadi panik dan kikuk. Sembari berdiri tegap, mereka melambaikan tangan dengan kaku secara bersamaan.
"he—hey Nin." Balas mereka dengan senyum kikuk.
Mereka bingung kenapa Nina menjadi seperti ini, padahal 3 hari yang lalu dia marah besar kepada mereka. Sepertinya Nina tahu apa yang mereka pikirkan, ia tersenyum dan berkacak pinggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can I Move On?
Teen FictionDisclaimer: Cerita ini adalah cerita pertamaku yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Nina harusnya tahu sejak awal. Sejak mereka bertemu. Sejak dia tersenyum pada Nina. Sejak dia tertawa. Sejak dia tidak bisa menghilang d...