"Kurasa sudah cukup jelas! Kita mengadakan drama!"
Ujar miss Livia, guru seni-ku dengan semangat. Suasana kelas hari ini cukup gaduh karena acara pertunjukkan di setiap kelas semester ini diadakan juga. Jadi, setiap semester setiap kelas dari 10a-10g menunjukkan satu pertunjukkan. Entah itu drama, bernyanyi, bermain musik, menari dan lainnya. Kali ini, kelas 10e mengadakan drama. Yap drama. Dan kau tahu apa yang menyebalkan? Aku menjadi tokoh utama, berperan sebagai perempuan bernama Reira yang patah hati ,diputus oleh pacarnya karena perempuan lain. Sumpah demi tuhan aku benar - benar tidak ingin menjadi tokoh utama jika tidak dipaksa oleh seluruh kelas. Kecuali Andre.
"Hm... Kalau begitu siapa yang mau menjadi Rizki?"
Tanya miss Livia ke seluruh murid di kelas. Rizki?! Akh! Itu peran laki - laki yang mutusin Reira. Aku takut dugaanku benar. Takut. Sangat takut.
"Andre aja miss!!!"
Seru Ify semangat. Dua detik kemudian Ify menutup mulutnya. Salah bicara. Mulutku menganga sepanjang mataku melebar. Ify menatapku meminta maaf. Sementara aku menghela nafas. Pasrah. Pasti sekarang anak - anak di kelas bertanya kepada Ify kenapa harus Andre. Akh! Aku menjatuhkan mukaku di buku pelajaran yang ada di hadapanku. Sebelumnya Ify sudah tahu kalau aku putus dengan Andre, hanya Ify dan Bryan yang tahu hubungan aku dan Andre.
"Saya bersedia bu."
Apa aku bermimpi? Dari suaranya aku mengenal itu suara Andre. Apa benar? Aku mendongakkan kepalaku. Melihat Andre yang berada di depanku mengangkat tangannya. Semua pasang mata menatap kami. Mereka menyeringai lebar.
"CIEEE... Ada apa ini?!"
Seru semuanya. Sementara Andre hanya diam saja. Sementara aku? Mukaku seperti kepiting rebus. Malah lebih merah daripada kepiting rebus saat miss Livia tertawa renyah. Aku menatap Ify yang menahan tawa. Kembali, aku menjatuhkan mukaku di buku. Kurasakan pipiku memanas.
"Hahahaha... Yasudah yang menjadi Rizkinya Andre, Reiranya Nina! Tokoh pembantu dan lainnya sudah miss pilih. Nanti miss kasih naskah dramanya selesai istirahat. Kita mulai pelajaran kesenian lagi yang tadi terpotong ya!"
Semua anak mengeluh. Aku juga. Err.. Bukannya aku senang jadi pusat perhatian tapi aku sedang ngantuk. Aku mulai mengeluarkan buku pelajaran kesenian, kotak kacamataku, tempat pensil dan penggaris dari tas. Membuka kotak kacamata, membersihkannya memakai saputangan khusus dan memakainya. Melihat papan tulis yang sudah ternoda oleh coretan tangan miss Livia. Merangkumnya di bukunya.
***
Bel berdentang. Tanda istirahat dimulai. Aku merapikan alat - alat sekolahku dan melepas kacamataku.
"Ify! Ke kantin yuk"
Ify melihatku lalu menghela nafas.
"Maaf ya Nin, aku keceplosan. Aku ga lulus jadi sahabat kamu."
Ujarnya lirih. Menjatuhkan novelnya dari tangannya menuju meja.
"Hahahaha gapapa kok, kamu tetap jadi sahabat terbaik aku"
Aku tersenyum tulus padanya, ia juga tersenyum padaku. Dasar, seberapapun aku kesal padanya aku tidak mungkin bertengkar dengannya berlama - lama. Karena kami pasti selalu mencari satu sama lain.
"Yaudah, ke kantin yuuuk"
Seruku.
"Hahaha ayo! Perutku mendemo nih dari tadi!"
"Hahaha ayo!!!"
Kami pun berdua berlari sambil tertawa menuju kantin. Hari ini memang aku lapar. Sesampainya di kantin aku mengatur nafasku yang terengah - engah. Kulihat Ify juga sedang mengatur nafasnya. Suasana kantin saat ini sangat ramai. Membuat siapapun ingin segera keluar dari sini. Kecuali aku yang lapar, sangat lapar. Dinding cat yang berwarna orange mulai pudar. Meja - meja besar berisi 4 kursi berhadapan hampir semuanya diisi oleh murid. Aku jelalatan mencari meja yang kosong. Kutemukan meja itu di bagian kanan pojok. Kulihat ekor mata Ify juga sedang melihat meja itu. Aku tersenyum.
"Aku ke meja yang kosong itu ya, kamu belikan bakso buat kita nanti aku bayar disini!"
Seruku. Dia menggangguk. Aku pun berlari kecil menuju meja kosong. Saat tanganku menyentuh permukaan meja yang dingin. Dapat kurasakan punggung tanganku menghangat. Kulihat tangan besar sedang menyentuh punggung tanganku. Kulihat siapa pemiliknya. Andre. Lagi - lagi dia. Ia menarik tangannya lagi dengan kikuk.
"Ma- maaf."
Aku hanya menggangguk menanggapi permintaan maafnya. Tiba - tiba Rio datang membawa dua nasi goreng. Ia melihatku dan menyeringai.
"Ehem! Andre~ nasi gorengnya sudah dapat. Ukh kalian ini mesra sekali sih. Aku sama Osie saja tidak pernah seperti kalian."
Dasar Rio bodoh. Sangat bodoh. Aku dan Andre sudah putus. Kulihat mata Andre. Sorot rasa bersalah kudapat dari kedua bola mata hitamnya.
"Heh? Kok kalian diam saja?"
Tanya Rio bingung. Aku yakin ia merasa ada yang tidak beres denganku dan Andre.
"Ninaaa! Ini bakso... Eh Rio? Andre? Ngapain kalian disini?"
Kutatap ekspresi wajah Nina yang terlihat bingung. Ia sedang membawa dua mangkuk bakso dikedua tangannya. Ia menatap Rio dan Andre bergantian.
"Ehm tadinya aku sama Andre mau makan disini Fy, tapi ada Nina tuh jadinya mereka pacaran dulu."
Rio dengan santainya sambil menunjuk kami berdua yang membeku. Ify melihatku meminta penjelasan.
"Lebih baik makan dulu deh, perutku sudah mendemo dari tadi nih..."
Kataku mengalihkan pembicaraan. Kulihat mereka bertiga yang sepertinya menyetujuinya. Kami pun makan berempat di meja itu dalam diam. Sampai satu suara memecahkan keheningan.
"Hey Nin. Kau suka warna kuning ya?"
Tanya Ify yang melihat jam tangan dan ikatan rambutku sama - sama berwarna kuning.
"Kok tau?"
"Habis setiap kali kita jalan - jalan kau selalu memakai kaos kuning. Pokoknya gak luput sama warna kuning."
"Hehehe, aku memang suka. Karena..."
Aku tidak melanjutkan kata - kataku. Kembali memakan bakso dengan canggung. Sementara sepertinya Ify tidak menyadari kalau aku salah tingkah dan melanjutkan makannya. Ify memang seperti itu. Tidak peka sama sekali. Aku suka warna kuning karena Andre menyukainya. Kutatap wajah Andre yang terlihat santai memakan nasi gorengnya yang tinggal setengah.
***"Ini apa?"
Tanyaku pada diri sendiri saat melihat kertas di mejaku setelah selesai istirahat. Kubaca dengan antusias. Lalu sedetik kemudian wajahku kembali murung.
"Naskah drama"
Kataku kecewa mengingat miss Livia berkata akan memberinya saat selesai istirahat pada semuanya yang terlibat. 'Kenapa sih temanya kali ini harus cinta - cintaan' gerutuku kesal dalam hati.
"Eh semuanya!!! Kita memulai latihan drama setelah pulang sekolah ya!!"
Sang ketua kelas mengetuk papan tulis dengan penghapus papan tulis. Kudengar jawab serentak 'IYA!' Dari yang lainnya. Membuatku semakin murung. Sebenarnya aku takut berhadapan dengan Andre membuat lututku lemas.
***
Kutatap lagi matanya. Mata hitam yang menatapku tajam. Dingin. Menusuk.
"Aku masih suka sama Fanny, Rei. Maafin aku"
Rizki pergi dari hadapan Reira.
"Aku bakalan menunggu kamu Riz"
Ujar Reira lirih saat Rizki sudah berlalu. Jauh dari pandangannya. "3 tahun kemudian mereka bertemu kembali, saat itu Reira pindah dari sekolah lamanya tanpa mengucapkan selamat tinggal pada Rizki yang memutuskan hubungan mereka begitu saja karena Fanny. Ternyata selama 3 tahun itu Rizki menyadari bahwa Reira yang selalu ada di hatinya. Mereka pun berpacaran kembali. Tak lama kebahagiaan mereka sirna saat Rizki divonis mengidap leukimia. Rizki berusaha hidup dan berupaya menyembuhkan leukimianya. Akhirnya leukimia Rizki lenyap dan mereka hidup bahagia. Itu yang tertulis di naskah..." Aku membacanya setelah dialog antara aku dan Andre. Entah kenapa... Dialog itu terasa mengena di hatiku. Seakan kata - kata tadi ditujukan kepadaku. Aku hanya menunduk. Tak berani menatap matanya saat latihan drama selesai.
***
(Andre POV)
Rasa bersalah. Itu yang kurasakan sekarang. Ah sudahlah lagipula aku dengannya sekarang sudah putus. Sekarang pacarku itu Kaina, bukan Nina. Yap Kaina adalah mantanku, teman masa kecilku. Mantan yang pergi begitu saja dan memutuskan hubungannya denganku. Ia kembali. Aku tak mungkin menolaknya karena aku masih suka padanya. Labil memang... Tapi saat melihat muka Nina yang menyorotkan kesedihan. Aku juga ikut sedih. Latihan drama tadi benar - benar membuatku gelisah. Kubanting pintu loker yang tidak bersalah. Menundukkan wajahku. Mengingat memori itu.
-Flashback-
Hari ini ia tersenyum padaku. Menyembuhkan luka lamaku. Aku tersenyum sendiri saat istirahat dimulai. Aku duduk di depan taman sekolah sambil menyantap bekal yang dibuat Mom. Sejak dulu aku memang selalu dikasih bekal. Tiba - tiba hpku berdering. Tanpa melihat nama pemanggil aku menjawab panggilan itu. Tentunya saat mulutku tidak penuh oleh makanan.
"Halo?"
"Ndre..."
"Kaina..."
"Maafin aku, pergi gitu aja, mutusin kamu. Aku menyesal Ndre. Aku masih sayang sama kamu. Kamu mau kan balikan sama aku lagi? Aku udah di kota tempat aku berada..."
"Iya, aku masih sayang sama kamu"
Kata - kata yang aku sesali 1 detik kemudian.
"Beneran?!"
"Iya"
Aku tersenyum tipis. Dia masih Kaina yang aku kenal. Semenjak itu kami menjadi sering berbincang - bincang. Aku mulai melupakan Nina. Sekali kuingat ia ada di dunia ini saat ia memanggilku di ruangan indoor gedung olahraga. Aku memutuskannya secara sepihak. Saat sudah berlalu menjauh dari hadapannya. Aku menoleh ke belakang untuk melihat reaksinya. Yang kulihat hanyalah Bryan memeluknya. Kenapa? Kenapa dadaku sakit? Aku tak mengindahkannya dan mulai memikirkan Kaina lagi tanpa perduli perasaan Nina.
-Flashback End-
"Bodoh!" Teriakku saat mengingatnya.------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
comment and vote. thanks :)
I am glad if you leave a comment on my work.
thanks. GBU :^)
---
Read my another story :
1. Royal Academy
2. A-B-C-D Love
3. Princess Series [1] : The Overweight Princess
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can I Move On?
Teen FictionDisclaimer: Cerita ini adalah cerita pertamaku yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Nina harusnya tahu sejak awal. Sejak mereka bertemu. Sejak dia tersenyum pada Nina. Sejak dia tertawa. Sejak dia tidak bisa menghilang d...