Suara cicitan burung terdengar di pagi yang cerah ini. Kubuka mataku perlahan. Terasa buram untuk yang pertama. Kukerjapkan mataku. lagi. sekarang normal.
Aku melihat ke sekeliling ruangan ini. Tenda? Tapi ini bukan tendaku, lagipula tenda ini besar dan tidak ada pintunya. Seperti... Pos kesehatan.
Kucoba mengingat apa yang terjadi tadi malam hingga aku mendengar beberapa orang berbicara yang baru aku tahu ada di ruangan ini juga.
"Ndre, kamu mau bohongin Nina mulu?" Gerutu Ify.
Mereka semua duduk membelakangiku, kulihat Andre mengacak rambutnya pelan. Lalu mendesah.
"tetapi dia tidak pernah bertanya padaku. Buat apa aku membicarakannya?" Kilahnya.
Sebenarnya... ada apa ini?
"dia berhak tahu." Kata Rio tajam.
"aku... aku hanya bingung kau tahu." Sahut Andre.
Rio menepuk bahu Andre ringan.
"jadilah gentle man bro! bilang sama dia sebelum kau menyesal." Nasihat Rio.
Satu yang aku tahu pasti, mereka membicarakanku. Tapi masalahnya aku tidak tahu topik apa yang mereka bicarakan.
"kau harus jujur padanya. Dulu kau memutuskannya demi Kai. Kau itu aneh, setelah itu kau malah mendekati Nina lagi. Terang saja Kai marah. Waktu itu aku dan Rio jadinya harus menjauh dari Nina karena diancam Kai." Gerutu ify, pelan tapi aku bisa mendengar suaranya.
Aku tersenyum pahit.
"jadi... dugaan aku selama ini benar?" gumamku pelan.
Sontak semuanya terlonjak kaget. Ketiganya melihatku. Andre dengan tatapan bersalahnya. Rio dengan tatapan 'bingung harus bersikap apa' dan Ify dengan tatapan simpatik.
"sudah sejauh mana kau mendengarkannya?" Tanya Rio sambil mendesah.
"Ndre, kamu mau bohongin Nina mulu?" Kataku, mengulang kalimat Ify.
Andre berdiri, menghampiriku. Dia memegang pergelangan tanganku, dengan cepat kutepis dengan kasar. Walaupun ragaku utuh, tetapi hatiku... sakit. Ketika aku sadar dengan beberapa perban di sekujur tubuhku. Aku baru ingat apa yang terjadi semalam.
"Maafin aku... Nin." ucap Andre terbata.
Aku tidak menggubris apapun darinya. Aku mendongakkan kepala, melihat Ify dan Rio yang juga sudah berdiri. Menatapku cemas.
"dimana Mike?" Tanyaku harap - harap cemas.
"eh... Mike?" Tanya Ify balik dengan kikuk.
"dimana Mike?!" Seruku.
Air mata yang kubendung akhirnya pecah juga. Tuhan... tolonglah Mike. Ify mendesah.
"dia masih belum sadarkan diri." katanya pelan, seperti lirihan bagiku.
Aku melompat dari kasur putih ini. Mengabaikan semua rasa sakit di raga dan hatiku. Berjalan tanpa arah. Berharap bertemu dengan Mike.
***
Dia ada di posko sebelah. Terbujur kaku di sana. Banyak sekali perban di tubuhnya. Entah bagaimana aku bisa selamat dari jurang maut itu.
Aku menyentuh pergelangan tangannya, berharap dia terbangun.
"bangunlah..." kataku lirih.
"kau bodoh. Sebenarnya waktu itu kau tidak usah jatuh bersamaku."
Aku tersenyum manis. Terisak.
"terima kasih. Jadi... tolong bangunlah! Aku ingin mendengar suara jahilmu." Kataku.
Air mata membasahi pipiku. Sebuah tangan dingin mengusap pipiku perlahan. Menghapus air mata di kelopak mataku. Tangan itu milik Mike.
"kau sudah bangun." kataku, tersenyum lega.
"seperti yang kau perintahkan, tuan putri." Jawabnya dengan suara yang sedikit serak.
"terima kasih." kataku.
"sama - sama" sahutnya.
Kami terdiam sebentar, lalu tertawa bahagia.
TBC
---
Read my another story :
1. Royal Academy
2. A-B-C-D Love
3. Princess Series [1] : The Overweight Princess
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can I Move On?
Teen FictionDisclaimer: Cerita ini adalah cerita pertamaku yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Nina harusnya tahu sejak awal. Sejak mereka bertemu. Sejak dia tersenyum pada Nina. Sejak dia tertawa. Sejak dia tidak bisa menghilang d...