(Nina POV)
Hari ini benar - benar gila. Sumpah demi apapun tiga ulangan harian di hari yang sama, mata pelajaran berbeda itu buat depresi. Apalagi aku yang menggunakan sistem kebut semalam. Yak. Akhirnya pelajaran terakhir, Elektro selesai juga. Soalnya tak terlalu rumit. Yah tapi tetap saja.. Nyontek (baca : nanya) ke teman itu harus. Kuaktifkan handphone dan melihat tanggal hari ini. Tertera tanggal 9 januari 2012. Hm... Tahun baru memang sudah lama lewat. Tahun baru saja kulalui dengan teman - teman. Hft. Tanpa dia. Aku pun beranjak turun dari kursi meja dan keluar kelas. Sesaat langkahku terhenti. Aku melupakan sesuatu. Buku MTKku ketinggalan di kelas padahal besok ada PR. Terpaksa aku kembali ke kelas. Suasana kelas sudah sepi. Malah tak terlihat ada orang disana. Aku takut, aku memang penakut. Apalagi sekarang Ify tidak masuk, katanya sakit jadinya aku sendirian. Aku di ambang pintu dan tersentak kaget saat melihat orang yang keluar dari kelas.
"AAAAAAAAAAAA!!!!!!!!"
Teriak kami berdua kompak. Kututup mataku tak berani melihat setan di hadapanku. Aku kaget setengah mati.
"Nina! Woi Nina!"
Setan itu mengguncang - guncangkan tubuhku.
"Pergi kau setan terkutuk!!! Aku tidak mengganggumu kok! Aku anak baik! Rajin menabung dan tidak sombong! Please jangan ganggu aku!!!"
Setan itu masih mengguncang tubuhku. Dia menggeram kesal. Kulihat kakinya. Ternyata kakinya menapak. Dia juga memakai seragam putih biru. Kulihat setan itu dari bawah ke atas. Mulutku melongo membentuk huruf O. Mataku melebar.
"Kau!!! Ngapain disini?!"
Seruku pada orang yang sedang nyengir kuda. Andre.
"Hahaha dasar putri setan. Kau ngatain aku setan melulu padahal kakiku napak gini. Hmm.. Ngapain disini? Tadi aku bantuin mr. David ngoreksi ulangan elektro"
"Dan kau tahu! Aku bukan putri setan. Tapi putri iblis! Hahahaha oh tidak hanya bercanda. Aku tak akan mau jadi sepertimu. Oh anak baik."
Kataku mencibirnya dan menekankan kata "baik".
"Jadi? Kau bilang aku iblis? Berkaca sana di rumahmu. Cara makanmu saja seperti babi."
"oh of course you are. Tidurmu seperti kerbau."
"Mukamu seperti anjing."
"Pantatmu seperti monyet."
"Badanmu seperti ular! Kau melata!"
"Suaramu seperti cicak!"
"Matamu seperti kodok!"
"Dan kau kataknya!"
"..."
Aku heran ia tidak membalas cibiranku. Aku tersenyum sinis.
"Kenapa? Udah gak bisa bales ya? Hahahaha"
"Bukan Nin..."
Andre menunjuk belakang tubuhku. Ia mengisyaratkan aku melihat ke belakang. Kulihat di belakang sudah ada mr. Axel guru bahasa inggris yang killer sedang berkacak pinggang menatap kami berdua.
"So, apa yang kalian lakukan disini?!"
"Em .. Aa.... Em..."
Gumamku gugup.
"Tadinya saya baru selesai membantu mr. David mengoreksi ulangan elektro. Lalu ia datang dan saya tidak tahu maksudnya apa"
Ujar Andre menunjukku. Mr. Axel menatapku dengan tatapan membunuhnya.
"Saya mau mengambil buku MTK yang tertinggal mr"
Ucapku sambil menunduk kepala. Kudengar mr. Axel menghela nafas berat.
"Yasudah. Cepat pulang! Hari sudah sore"
Mr. Axel pun berlalu dari hadapan kami. Kulihat Andre tersenyum dan bergumam.
"Sebenarnya dia khawatir kepada murid - muridnya"
"Yah. Tapi tetap saja menyeramkan."
Aku berlalu dan masuk ke dalam kelas mencari buku MTK. Kulihat Andre sedang memperhatikanku.
"Apa?!"
Tanyaku jengah saat ia menatapku terus menerus.
"Kau tidak pulang?"
"Pulanglah, setelah mengambil buku terkutuk ini"
Kataku sambil mengangkat buku MTK ke atas untuk memperlihatkannya pada Andre.
"Yasudah, aku pulang dulu ya Ndre."
"Eeh tunggu!"
Dia menarik tanganku yang sudah sedikit menjauhinya. Aku heran, dan menyernyitkan dahiku. Membalikkan badanku dan menatapnya bingung.
"Lupakan saja"
Andre melepas tangannya yang tadi melingkar di pergelangan tanganku.
"Woi! Apa?"
"..."
"Jawab Ndre, jangan bikin aku mati penasaran deh"
Rayuku.
"..."
"Andre tampan, pintar, macho, keren, rendah hati dan rajin menabung. Apa???"
Bujukku.
"Ini"
Dia mengeluarkan sesuatu. Sesuatu berwarna kekuningan cerah. Gantungan kunci berbentuk pita yang manis. Aku terperangah. Secercah harapan muncul lagi di hatiku. Aku buru - buru menepisnya.
"Ini untuk siapa?"
"Buat mantan lamaku, ia kembali lagi ke kota ini. Hmm menurutmu dia suka tidak? Aku ingin bertanya seperti itu padamu tapi tidak jadi, eh kamunya maksa"
Tubuhku membeku. Lidahku kelu. Jantungku seperti diremas oleh tangan yang tidak terlihat. Apa berarti dia meninggalkanku karena mantannya itu?
(Andre POV)
DASAR NINA BODOH! Siapa lagi selain dia yang akan kuberikan gantungan kunci itu?! Kenapa nanya lagi?! Akh.. Terlanjur kuucapkan. Seketika tubuhnya membeku. Aku tau apa yang ia rasakan sekarang. Karena aku merasakannya saat ia dipeluk Bryan. Speechless. Aku bingung mau ngomong apa, apalagi lihat dia seperti nahan nangis gitu. Apa aku boleh berharap jika di dasar hatinya masih ada namaku? Tapi, dia kan dipeluk Bryan? Aaaaaaa! Aku semakin frustasi. Sekarang saja nama Kania sudah mulai kulupakan semenjak latihan drama itu. Brengsek, aku ini cowok brengsek. Setelah Nina, aku melupakan Kania. Nanti siapa?
"Hm.. Bagus kok gantungannya"
Suaranya terdengar bergetar, membuatku semakin merasa bersalah.
"Terima kasih"
Aku tersenyum kecut dan meninggalkannya sendirian di koridor kelas. Terdengar isak tangis Nina, aku semakin tidak tega. Tapi? Aku mementingkan gengsiku, apalagi kalau harus menembaknya dua kali. Hancur reputasiku. Kalau dia masih suka kan dia bisa menembak aku? Kalau dia gak suka berarti dia ga nembak aku. Titik. Aku meninggalkannya yang sekarang tangisannya terdengar memilukan. Aku semakin merasa bersalah. Mana hari sudah sore, gamungkin kan aku ninggalin dia sendirian di sana. Aku putar balikkan badanku, masa bodoh dengan suara hati yang bilang harus mentingin gengsi.
"Woi Nin! Kok kau malah nangis sih?"
"Ma..ta gu..e perih, bu...kan nangis!"
Katanya di tengah - tengah isakannya.
"Jangan bohong, hari sudah sore. Ayo pulang"
"Eh ta- tapikan arah rumah aku berlawanan dengan rumah kamu"
"Gak apa - apa. Yang apa - apa itu kamu! Nurut aja sih sekali aja"
Aku mengulurkan tanganku.
"Tangan kamu ngapain diulurin?"
Ergh... Cewek nyebelin! Ya udah jelas aku ingin bantu dia berdiri. Yasudah kalau begitu. Aku tarik tanganku lagi.
"Tadi pegel tangannya, udah cepetan berdiri! Lama amat sih"
"Sebentar dong"
Dengan susah payah ia menghapus air matanya yang menyisa di sekitar bola matanya. Akh ingin sekali aku mengusapnya memakai tanganku dan menghapusnya.. HAH APA?! Oh comeon jangan bercanda.
"Ayo pulang"
Kataku sambil menarik tangannya.
"Gausah narik - narik"
Cewek sableng. Kenapa aku suka sama cewek kayak gini? Biasanya kan cewek suka diginiin. Ah iya dia itu putri iblis bukan seorang cewek. Ah tapi putri kan juga cewek? Tapi cewek nya ada iblisnya jadi bukan cewek seutuhnya. Oke pikiranku mulai random.
"Lepasin ndre"
Lamunanku buyar dan aku segera melepasnya. Aku melangkah panjang - panjang karena malu. Kulihat dari ekor mataku dia juga melangkah. Oh damn... Aku lupa dia juara lari saat semester 1. Aku pun mulai mempercepat langkahku. Tanpa kusangka Nina malah sudah berlari meninggalkanku di belakang sambil tertawa - tawa. Aku melongo. Lalu tersenyum lebar.
"Awas kau!"
Aku pun berlari dan menyusulnya. Dia kaget dan dia mempercepat langkahnya. Setelah berlalu 5 menit yang menegangkan dan dijuaraiku karena Nina sudah kecapaian di tengah jalan. Dasar juara palsu. Aku pun tertawa melihatnya terengah - engah. Tampangnya makin imut.
"Si..a-- aaal!"
Umpatnya. Kami sudah berada di luar area sekolah. Aku pun berjalan sejajar dengannya tanpa ada yang memulai percakapan. Bergumul dengan pikiran masing - masing. Tahu - tahu sudah sampai di rumahnya. Nina masuk, tapi ia memberhentikan langkahnya. Ia membalikkan badannya dan menatapku. Mengisyaratkan padaku untuk tunggu sebentar dan menunggu. Ia merogoh tas nya dan mengambil sesuatu. Sesuatu berwarna hitam putih berbentuk bola futsal, dibelakangnya terdapat suatu tulisan yang tidak jelas karena buru - buru di ambilnya. Gantungan kunci yang bagus, pikirku.
"Ini"
Katanya, senyum sumringah tercetak jelas diwajahnya.
"Untuk siapa?"
Ia mengerucutkan bibirnya. Hahahaha baru tahu rasa gimana rasanya digituin.
"Untuk Bryan! Kan dia gemar futsal. Fut-sal!"
Katanya sambil berlari masuk ke dalam rumahnya tanpa permisi. Aku hanya tertawa menyedihkan. Sudah pasti begitu, ia ingin memberinya pada Bryan. Loh? Tapi anehnya ia tidak bertanya menurutku bagaimana? Hahaha aku kembali tertawa, tawa harapan jelasnya. Berani taruhan 'dia ingin memberinya padaku tapi dia gengsi mengatakannya'. Er... Aku seperti memakan ludahku sendiri saat mengatakan itu dalam pikiranku. Aku tersenyum lebar dan meninggalkan rumahnya dan kembali ke rumahku yang memang agak jauh dari rumahnya.---
Read my another story :
1. Royal Academy
2. A-B-C-D Love
3. Princess Series [1] : The Overweight Princess
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can I Move On?
Teen FictionDisclaimer: Cerita ini adalah cerita pertamaku yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Nina harusnya tahu sejak awal. Sejak mereka bertemu. Sejak dia tersenyum pada Nina. Sejak dia tertawa. Sejak dia tidak bisa menghilang d...