Bryan menangkap pergelangan tangan Kaina penuh amarah, ruangan menjadi sunyi semenjak Nina dan dia pergi meninggalkan apartemen Kaina. Dengan langkah panjang, Bryan mengambil kado Nina yang tergeletak di sudut ruangan apartemen Kai, lalu ia membawa Kai keluar dari apartemen.
"kau benar - benar kejam."
Itulah kalimat pertama yang dilontarkan Bryan. Suara robekan kertas menggema di segala penjuru ruangan koridor, ya, Bryan membuka kado tersebut. Secarik kertas terjatuh saat ia merobek hingga ujung kertas kado.
"lihat ini."
Kaina terdiam, ia bimbang apakah dia akan membaca kertas itu atau tidak. Yang ia tahu sekarang hanyalah ia puas, senang, gembira. Tapi di sudut hatinya ia merasakan perasaan ... bersalah. Ia menekan dadanya kuat - kuat untuk merasakan perasaan aneh yang menyelimuti hatinya saat tadi melihat Nina begitu terpukul. Tekadnya bulat dan dia pun mengambil kertas itu dari tangan Bryan.
Dear Kaina's
happy birthday!
I hope you are more beautiful, kind and smart.
I wish you a long life so I can be with you forever
I hope you are not avoided by everyone so I can see you from a distance and smiled happily
I hope you're not lonely anymore so I can always see you smile, if you were happy I was happy
I'm happy to be your best friend.
Also happy to be with you when you're lonely
Glad to be your friend when all the people away from you
It does not matter to me if I am avoided by all three of my best friends, as long as you're there with me.
Nina, your best friend.
Hati Kai terenyuh melihat isi pesan tersebut. Ia meremas - remas kertas itu, membuka dan membacanya lalu meremas lagi, melakukan hal itu berulang - ulang tapi tulisan di kertas tersebut tidak menghilang. Sesuatu di hatinya mengganjal dan membuatnya ingin menghilangkan perasaan ini. Padahal seharusnya ia senang, bahagia dan tertawa - tawa karena berhasil mempermalukan Nina di depan umum, tapi kenapa sekarang ia merasa hampa?Tangan yang hangat bergerak mengusap pipi Kai, membuatnya mendongakkan kepalanya. Bryan menatapnya penuh arti sambil tersenyum kecut.
"hei anak baru! jangan menangis, aku tahu kau menyesal telah melakukan hal itu kan? oh ya, aku hampir lupa."
Tangan yang tadi mengusap pipi Kai pun berpindah pada kado yang tergeletak di Kaki Bryan, dia mengeluarkan sebuah boneka. Kai melihat boneka itu dengan seksama.
"kemarin sore... Aku membantu Nina membuat boneka ini. Aku juga mengintip saat ia menulis surat untukmu di kadonya. Dia... benar - benar tulus, bahkan ia tersenyum saat menulis surat tersebut"
Kai masih terdiam dan membuat Bryan sedikit kesal, ia seperti berbicara dengan tembok yang hidup. Merasa seperti orang gila karena si 'tembok' hanya memandang boneka hadiah Nina, memegangnya bahkan mengusap boneka tersebut, akhirnya ia pun beranjak dari koridor, bermaksud untuk kembali ke apartemen untuk mengemasi barang - barangnya untuk pulang, karena ia muak dengan cara Kai mempermalukan Nina seperti tadi.
"tunggu... kau tak tahu alasanku kan?"
Bryan menoleh ke samping tempat Kaina berdiri terpaku, pandangan Kai menerawang membuat ia bingung, juga senang karena si 'tembok' akhirnya berbicara juga. Ia berkacak pinggang dan memandang Kai dengan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can I Move On?
Teen FictionDisclaimer: Cerita ini adalah cerita pertamaku yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Nina harusnya tahu sejak awal. Sejak mereka bertemu. Sejak dia tersenyum pada Nina. Sejak dia tertawa. Sejak dia tidak bisa menghilang d...