[BAGIAN.18]

142 31 31
                                    

___________________________________________________________________

Semenjak kepergian Adi, pagi ini suasana rumah nampak hening. Bahkan, Udin yang biasanya marah-marah pagi ini dirinya hanya diam saja sembari fokus menyeruput kopinya dan juga menyantap gorengan sembari menonton acara televisi. Jisoo sedikit lega, setidaknya ayahnya itu tidak akan membuat kekacauan.

Bahkan, Santi sekarang juga hendak bersiap-siap untuk berjualan nasi goreng. Santi nampak sangat tegar, namun dalam mata sang ibu dapat Jisoo lihat bahwa Santi menyimpan segala kesedihannya dibalik wajah kalemnya itu. Jisoo kemudian menghampiri Santi dan menepuk pundak ibunya itu pelan.

Lantas Santi yang tadi sibuk berkutat dengan sayuran, kini ia beralih menatap Jisoo, "Iya Jisoo. Kenapa? Mau berangkat sekolah ya, bentar ibu ambilin uang saku buat kamu." Santi hendak berlalu meninggalkan Jisoo, tapi kemudian Jisoo segera menarik tangan Santi dan memeluk ibunya itu dengan sangat erat.

"Ibu, kok ibu bisa setegar ini sih setelah Adi meninggal?" Tanya Jisoo dengan suara yang dicampur dengan isakannya. Santi menghela nafas kemudian mengusap-usap punggung Jisoo dengan sangat pelan.

"Ibu juga sedih, ibu aja masih gak nyangka kalo Adi bakalan pergi ninggalin ibu secepet ini. Jisoo, kenapa kamu gak bilang dari awal sama ibu soal penyakit yang Adi derita?" Sejenak, Santi mengatur nafas kemudian melepaskan pelukannya dan menatap Jisoo lagi. "Harusnya kamu jujur sama ibu, biar ibu bisa bantu cariin uang buat operasi Adi. Kenapa kamu sembunyiin semua ini dari Ibu,Jis?"

Jisoo hanya menunduk, ia tidak berani menatap mata Santi. Jisoo tahu, dibalik senyum dan kesabaran Santi, didalamnya terdapat banyak luka yang berhasil ia sembunyikan dengan baik. Jisoo sendiri menyesali perbuatannya, ia bersalah dalam hal ini, harusnya dari awal dirinya memberitahu Santi soal penyakit yang Adi derita. Andaikan saja dirinya jujur pada Santi, mungkin Adi sudah dapat di operasi sejak dulu. Namun, Jisoo juga tidak bisa ingkar janji kepada Adi, karna dirinya dulu pernah berjanji tidak akan memberitahukan kepada siapa-siapa soal penyakit yang dideritanya.

"Maafin Jisoo bu, harusnya emang dari awal Jisoo jujur aja sama ibu. Jisoo minta maaf, Adi nglarang Jisoo buat ngasih tau kesiapa-siapa soal penyakitnya yang semakin parah bu. Maafin Jisoo."

"Gak apa-apa kok, nak..." Santi kemudian mengusap-usap rambut Jisoo dengan penuh sayang, "Makasih. Karna kamu sudah mau berusaha menanggung biaya pengobatan Adi selama ini. Padahal Adi itu bukan adik kandung kamu."

Jisoo menggeleng, "Aku sayang banget sama Adi bu. Aku bahkan sekarang ngrasa jadi kakak yang paling gak berguna didunia ini karna aku gagal nyari uang buat operasi Adi."

"Udahlah Jisoo, sekarang Adi kan udah gak ada. Tuhan sayang sama Adi, maka dari itu dia ngambil Adi biar Adi gak ngrasain sakit lagi. Jangan sedih dan ngrasa bersalah terus-menerus, karna itu hanya akan ngebuat Adi jadi gak tenang disana."

_____________________

Hari ini, Jisoo berangkat diantar oleh Farel. Sedangkan itu, Naya sudah berangkat ke sekolah dengan teman-temannya. Sempat Jisoo menolak karna tidak mau merepotkan Farel, namun Farel tetap ngotot ingin mengantarkan Jisoo ke sekolah. Akhirnya Jisoo hanya bisa pasrah saja.

Sesampainya di sekolah Jisoo langsung di samperin oleh Raka, entah sejak kapan cowok tersebut sudah menungguinya, "Loh Raka?"

"Hai Jis!" Sapa Raka sembari menarik tangan Jisoo, ia hendak membawa Jisoo ke kantin karna Raka pagi ini belum sarapan.

Setelah sampainya di kantin Raka langsung mengajak Jisoo duduk, dirinya pun memesan makanan, "Jis, turut berduka cita ya atas meninggalnya Adi. Gue gak nyangka kalo Adi bakalan pergi secepat ini, lo yang kuat ya." Ujarnya yang di angguki oleh Jisoo.

We Are Different | Kjs.ft Lucas✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang