24

170 114 216
                                    

Bel berbunyi menandakan sudah waktunya untuk pulang. Jam pulang di sekolah Rimbajaya tidak seperti biasanya dikarenakan ada rapat penting hari ini. Semua murid diperbolehkan untuk pulang lebih awal.

Kayla merapikan alat tulisnya dengan lesu. Ia menatap bangku kosong di sampingnya. Sahabatnya---Keana---dipulangkan ke rumah saat dirinya didapati pingsan di taman. Kayla sangat khawatir pada sahabatnya itu.

"Yuk pulang, Kay!" ajak Naysa semangat. Ia tahu Kayla pasti sangat sedih dan mengkhawatirkan Keana.

"Udah, nggak usah terlalu dipikirin. Keana pasti baik-baik aja kok." Naysa mengusap bahu Kayla. Ia juga sama sedihnya dengan Kayla. Ia benar-benar tak menyangka sahabatnya yang super ceria itu bisa pingsan di taman. Muka Keana di taman sangat pucat. Dan wajahnya tidak menampakkan bahwa ia habis menangis. Tentunya si misterius itu sudah menghapus jejak air mata Keana dengan baik.

Mereka kini berada di luar untuk menunggu jemputan masing-masing.

"Kayla, Aina, gue duluan ya! Pak Ondeng udah dateng tuh." Naysa menunjuk ke arah sopir pribadinya yang baru saja datang.

Kayla mengangguk singkat. Setelah Naysa pergi, ia menoleh pada Aina. Sisa mereka berdua yang belum pulang. Keadaan sekolah pun sudah mulai sepi.

"Lo pulangnya naik apa, Ina?" tanya Kayla.

"Eh, itu ... gue pulangnya dijemput Bunda."

Kayla mengangguk singkat. "Kalau lo?" tanya Aina balik.

"Gue juga dijem---" Kayla ingat. Ia pasti dijemput dengan Mamanya. Tapi ia tak ingin hal itu.

Kayla dengan cepat mengecek ponselnya dan menyalakan datanya. Ada banyak pesan dan salah satunya pesan dari Mamanya yang mengatakan bahwa ia akan segera ke sini untuk menjemputnya.

Kayla panik. Bagaimana bisa Mamanya tahu bahwa ia pulang lebih awal. Ah, Kayla lupa. Mamanya kan punya Radit---anak teman Mamanya---yang sudah seperti mata-mata bagi Kayla. Kayla sendiri bingung, kenapa Radit mau saja mengawasinya dan melaporkan hal-hal tentangnya pada Mamanya. Mereka kenalan saja tidak pernah.

"Kenapa, Kay?" tanya Aina bingung melihat Kayla yang sedang gelisah.

"Em, itu ...." mata Kayla tiba-tiba menangkap mobil Mamanya dari kejauhan. Hal itu membuatnya semakin panik. Ia masih kesal dengan Mamanya. Makanya ia belum mau bertemu dengannya.

"Gue harus pergi, Aina. Kalau Mama gue tanya gue ke mana, lo jawab kalau gue ada urusan sama temen ya!" Kayla berlari pergi dari sana cepat tanpa mendengar jawaban dari Aina.

"Eh, Kay! Yahh, kok gitu!" Aina sedikit berteriak pada Kayla yang mulai menjauh.

"Yaudah, deh." pas setelah itu, mobil Mama Kayla sudah berhenti di depan Aina. Hal itu membuatnya jadi gugup dan canggung sendiri.

Lain dengan Kayla yang berlari ke belakang sekolah. Sesekali ia menoleh apakah Mamanya melihatnya atau tidak.

Kayla menghela napas lelah. Ia merutuki dirinya sendiri yang dengan bodohnya menghindar dari Mamanya hanya karena masalah tadi malam. Namun tetap saja, ia masih kesal dengan kedua orang tuanya yang tidak mau memberitahunya mengenai alasan sebenarnya mengapa mereka melarangnya membahas tentang Ayla.

Sekarang Kayla tak tahu harus apa. Ia hanya berjalan tak tahu arah.

"Sendirian aja, neng?" Itu bukan suara seorang preman yang berpakaian urak-urakkan dengan sebatang rokok di tangannya. Tapi itu adalah Raka. Si cowok bad boy dengan sebuah kain yang mirip headband dililitkan di lengan kanannya.

Keana's Life GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang