Saat membuka pintu lebar-lebar, tubuh Keana langsung menegang kaku kala melihat seseorang kini menjulang tinggi di hadapannya. Jantungnya terasa berhenti berdetak.
What the hell ....
Tatapan itu. Tatapan yang membuat Keana diam tak berkutik. Tatapan yang dingin dan menusuk.
Bagaimana Keana bisa tidak terkejut kala sosok yang tadi ia cari-cari kini berada di hadapannya menatapnya dengan tajam.
Keana mengerjapkan matanya pelan. "Ribra?!" pekik Keana tertahan.
Suaranya ia buat sepelan mungkin agar kepala sekolahnya tidak bisa mendengarnya. Ia benar-benar bingung mengapa Ribra tiba-tiba ada di sini.
Tanpa menanggapi Keana, Ribra lalu beralih melihat ke arah belakang Keana. Di sana ada Raka yang menatapnya dengan bingung sekaligus dingin.
"Keluar cepet. Gue rasa kalian udah dapet apa yang kalian cari," ujar Ribra lalu menuntun Keana dan Raka keluar dari ruangan itu.
"Tapi kita cuma dapet dikit. Itu pun petunjuknya masih memusingkan," ujar Raka sebelum keluar dari ruangan itu.
"Besok lanjut. Bahaya kalau kita ketahuan sekarang."
Mereka bertiga lalu bergegas untuk ke arah pintu belakang sama seperti kemarin. Mereka berjalan hati-hati agar tidak menimbulkan suara hentakan kaki.
Ribra yang memimpin di depan seketika berhenti kala mendengar suara langkah kaki yang mendekat.
Ribra mengumpat pelan lalu berbalik arah. "Ck, putar balik."
Keana langsung menurutinya diikuti oleh Raka yang juga ikut berbalik. Ribra memilih berjalan lebih dulu untuk bisa menunjukkan arah yang benar pada mereka.
Ribra menuntun mereka ke sebuah ruangan luas tempat para guru biasanya mengadakan rapat.
Lain dengan Darwin yang tahu ada orang lain selain dirinya di ruang guru ini. Ia melangkah dengan pelan agar suara langkah kakinya tak terdengar. Perlahan ia mulai mendekati jalan masuk untuk menuju ke ruangan luas tempat dimana para guru mengadakan rapat.
Raka yang memang memiliki pendengaran yang tajam langsung tahu bahwa kepala sekolahnya itu kini menuju ke arah sini.
"He's coming," ucap Raka pelan.
Tanpa aba-aba, mereka bertiga langsung bersembunyi di bawah meja. Meja itu memiliki seprai yang membuat bagian bawahnya tertutupi.
Keana sendiri juga bergegas menghampiri salah satu meja. Namun karena kurang berhati-hati, siku Keana malah terbentur di salah satu sudut meja. Hal itu menimbulkan bunyi yang cukup keras.
Keana menggigit bibir bawahnya berusaha untuk tidak mengeluarkan suara lalu dengan cepat bersembunyi di bawah meja. Mereka bertiga bersembunyi di meja yang berbeda.
Salah satu tangan Keana memegang sikunya yang sempat terbentur keras tadi. Ia menggigit bibir bawahnya dan memejamkan matanya erat berharap rasa sakit itu bisa segera hilang.
Mendengar suara benturan, Darwin lalu melangkahkan kakinya cepat ke arah ruangan itu. Ia menatap sekeliling yang kosong dan sepi. Ia tahu orang yang ia cari kini bersembunyi di ruangan itu.
Perlahan ia menyusuri meja yang ada di sana satu persatu. Langkahnya memelan seiring dengan suasana yang tampak mencekam.
Keana sedikit mengintip dibalik meja. Ia melihat kepala sekolahnya itu sedikit lagi mendekati mejanya.
Keana mencoba mengatur deru napasnya yang terasa sesak. Ia bingung harus melakukan apa. Sepertinya takdirnya memang seperti ini. Ia tak sanggup menjalankan permainan ini. Ah, kalau dipikir-pikir ini tidak bisa dibilang permainan. Melainkan ini sebuah suruhan dan tantangan yang gila dan berbahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keana's Life Game
Mystery / Thriller• Follow sebelum baca! • Tinggalkan jejak berupa vote atau comment! Fiksi Remaja × Misteri Keana's Life Game = Permainan Hidup Keana ••• Kisah ini berawal dari sebuah kertas aneh dengan bertuliskan sebuah nomor telepon dan sebuah kalimat yang terte...