31

146 81 336
                                    

Pulang sekolah. Keana berinisiatif untuk mencari tahu mengenai kepala sekolahnya sesuai dengan intruksi dari si misterius itu.

"Ayo, pulang!" seru Naysa pada kelima sahabatnya.

Mereka berenam keluar kelas bersama. Saat ingin mencapai gerbang, Keana tiba-tiba berhenti.

"Kenapa, Na?" tanya Kayla bingung.

"Ah, itu ... gue kayaknya dijemput di pintu belakang sekolah, deh." semuanya menatap Keana bingung.

"Serius? Emang nggak bisa dijemput di depan sekolah?" Keana menggeleng sebagai jawaban.

"Yaudah mau ditemenin—"

"Nggak. Nggak usah. Gue bisa sendiri, kok. Yaudah gue duluan, ya!"

Teman-temannya hanya menatap kepergian Keana dengan was-was. Rika pun bergumam pelan, "Tuh anak makin hari makin aneh, ya. Heran gue."

"Kayla!" dari arah samping, seorang cowok yang memanggil namanya tadi kini berjalan pelan ke arahnya. Cowok dengan baju putih yang keluar dari celana, almamater yang tersampir di bahu kanan, dasi yang dililit di kepala, dan tak lupa kain hitam yang menempel di lengan kanannya. Dia, Raka.

Kayla menoleh dan terkejut. Teman-temannnya pun juga sama terkejutnya.

"Eh, Raka? K-kenapa?" Kayla melirik cemas pada teman-temannya yang saat ini menatapnya penuh selidik.

"Gue mau ngomong sama lo. Cuma lo dan gue." Raka menatap Kayla lalu menatap semua teman-teman Kayla.

"Lah? Kok main ngomong berduaan aja. Ada apaan nih?" ujar Rika masih dengan kebingungannya.

"Iya, nih. Ekhem, ekhem. Ada apa sih kawannn!" sahut Naysa sedikit berteriak lalu tersenyum bak orang gila.

Raka mendengkus tidak suka pada teman-teman Kayla. Dengan gerakan tiba-tiba, ia langsung menarik tangan Kayla untuk menjauh dari sana.

"Ikut gue," perintahnya dingin.

"Eh! Kok Kayla dibawa!"

"Heh, jangan seenaknya tarik anak orang dong!"

"Gila, dia Raka si pembuat onar itu, kan?!"

Banyak pasang mata yang menatap ke arah Kayla dan Raka. Beberapa dari mereka berbisik-bisik kecil.

Kayla memberikan isyarat pada temannya melalui gerakan mulut tanpa suara. Kayla mengatakan bahwa ia baik-baik saja dan akan segera kembali.

"Gila, semua temen-temen gue kok pada aneh semua, ya. Banyak yang dirahasiain, ye. Mulai dari Keana, Kayla, Sela, terus kalian berdua pasti pada nyembunyiin sesuatu juga, kan? Hayoloh!" Naysa menunjuk-nunjuk Aina dan Rika. Rika langsung menepis keras tangan Naysa.

"Aw, kasar. Sakit tau." Naysa mengadu kesakitan akibat pukulan Rika yang keras.

"Siapa, suruh! Makan tuh rasa sakit!"

Aina yang melihat itu meiringis. "Udah deh, Nay. Kita kan nggak bisa paksain semuanya buat ungkapin setiap rahasia mereka. Rahasia ya rahasia. Akan ada saatnya kok mereka bakal cerita." Aina sekilas melirik Sela yang tampak diam seperti patung. Sela sedari tadi hanya memandang lurus ke arah depan dengan wajah datarnya.

Raka berhenti di taman sekolah yang sepi. Ia berbalik menghadap ke arah Kayla masih dengan tangannya yang mengcengkram lengan Kayla. Raka memajukan sedikit kepalanya, menyejajarkannya dengan kepala Kayla. Kayla sendiri tiba-tiba bingung dan gugup.

Raka memiringkan kepalanya. "Tawaran waktu itu ... masih boleh?"

Kayla bingung. Ditambah lagi jarak wajah mereka berdua yang berdekatan membuatnya jadi gagal fokus. "M-maksudnya?"

Keana's Life GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang