32

171 78 394
                                    

"Semua hal pasti akan ada saatnya. Bahkan rahasia yang ditutup serapat mungkin pun akan ada saatnya terungkap. Entah itu nanti, besok, atau beberapa tahun ke depan."

•••

Ceklek

"Sudah saya bilang berapa kali tadi! Pokoknya saya tidak bisa!"

Keana terkejut dan menoleh ke arah pintu. Pintu itu masih terbuka setengah. Orang yang ada di sana masih belum masuk sepenuhnya. Keana memanfaatkan hal itu dengan bersembunyi secepatnya. Tak lupa ia meletakkan kertas tadi di meja kembali.

Ia bersembunyi di samping lemari yang kebetulan terdapat vas bunga besar di sana sehingga mampu menutupi tubuh Keana. Orang itu—Darwin—si Kepala Sekolah berjalan masuk dengan salah satu tangannya yang menggenggam ponselnya. Ia sedang menelepon dengan seseorang.

"Oke, baik."

Panggilan dimatikan. Beberapa saat Darwin memejamkan matanya erat dan mengambil napas sebanyak-banyaknya. Lalu tiba-tiba ia memukul mejanya keras.

Keana tersentak kaget dan refleks menutup mulutnya menggunakan tangan. Jantungnya berdegup kencang saat ini. Ia tidak akan tahu bagaimana jadinya jika ia tertangkap basah oleh kepala sekolahnya itu.

Darwin mengetikkan sesuatu di ponselnya dan mulai menelepon seseorang di sana.

"Halo? Bagaimana?"

"..."

"Pokoknya saya nggak mau tahu besok semuanya sudah harus beres!"

"..."

"Dan ingat, jangan ada satu orang pun yang tahu tentang hal ini. Kamu tahu kan apa akibatnya jika ada orang lain yang tahu?"

"..."

"Sialan. Nggak usah ngurusin anak itu! Dia sudah mati!"

Keana deg-degan. Kakinya juga bergetar sedari tadi.

Mati? Maksudnya? Siapa yang mati? Apa yang udah dilakuin Pak Darwin? Ya Tuhan, kenapa semuanya jadi rumit gini.

"Rencana ini harus berhasil. Saya sudah ngerencanain ini dari lama. Jadi, jangan sampai ada yang terlewatkan."

Darwin langsung memijat pelipisnya setelah mematikan panggilan. Ia berjalan ke arah meja satunya. Berantakan. Ada banyak kertas-kertas di sana. Ia mengambil salah satu kertas itu.

"Argghh!"

Darwin meremas kertas yang dipegangnya lalu membantingnya ke dinding dengan keras. Kertas itu terpantul. Terpantul hingga berada di depan lemari tempat Keana bersembunyi.

Jantung Keana rasanya ingin melompat dari tempatnya. Ia menahan napas. Takut jika tiba-tiba kepala sekolahnya itu berjalan mendekat ke arah lemari.

Tak ada pergerakan sama sekali. Darwin akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruangan itu. Keana menghela napas lega. Perlahan ia keluar dari tempat persembunyiannya. Sebelum keluar dari ruangan itu, Keana memungut kertas yang sempat dibuang oleh kepala sekolahnya tadi.

Keana keluar dari ruang guru dengan mengendap-endap. Begitu berhasil keluar, ia langsung bernapas lega. Matanya memicing melihat kepala sekolahnya tadi kini berada di ujung koridor yang sama dengannya. Namun, posisi kepala sekolahnya itu membelakanginya.

Keana pelan-pelan berjalan cepat keluar dari pekarangan sekolah. Ia beberapa kali menoleh ke arah kepala sekolahnya berada.

"Tunggu!" Keana berhenti. Jantungnya langsung kembali berdetak cepat. Ia hapal betul dengan suara Pak Darwin.

Keana's Life GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang