[ Chapter 9 ]

3.2K 259 7
                                    

POV

Sore ini, Gun baru saja selesai dengan kelasnya. Sekarang, dia menuju ke kafe dekat kampusnya karena dia punya janji dengan New dan Krist untuk bertemu di sana dan membicarakan soal tawaran Tay.

Jam kampus mereka berbeda-beda. Kadang, sulit untuk bertemu karena mereka berada dalam jurusan yang berbeda-beda. Jika ada waktu luang, mereka akan makan bersama dan menghabiskan waktu untuk bersenang-senang, seperti clubbing, contohnya.

New, dia mengambil jurusan kedokteran. Sebenarnya, itu bukan keinginannya, namun keinginan kedua orang tuanya. New hanya bisa mengiyakan saja. Krist, dia adalah anak jurusan teknik. Walaupun ayahnya melarangnya, Krist tetap ingin mengambil jurusan itu dengan segala kenekatan dirinya. Terakhir, tentu Gun. Kalian sudah tahu, Gun masuk ke jurusan psikologi. Alasannya, dia ingin menjadi dokter seperti Singto. Namun, bedanya, Singto adalah dokter ahli bedah dan jantung, sedangkan Gun tidak mau harus sampai membedah seseorang. Bahkan, dia tidak bisa berhadapan dengan banyak darah. Jadi, dia memilih untuk mengambil jurusan psikologi.

"Kenapa cuaca sore hari ini begitu terik sekali?" gerutu Gun saat dia memasuki kafe. Matanya mengitari setiap sudut untuk mencari New dan Krist. Atau, jangan-jangan mereka belum juga datang.

Jika sampai Gun harus menunggu mereka, lihat saja, dia akan memukuli kepala kedua sahabatnya itu.

Mata Gun akhirnya menemukan Krist yang melambaikan tangan di pojok kafe. Gun berjalan dan menemui Krist yang tampak sendiri karena dia tidak melihat keberadaan tas New di sana.

"Apakah kamu sudah menunggu lama, Krist?" tanya Gun yang melihat wajah lelah dan lesu Krist.

Dan apa? Krist meminum kopi? Tidak biasanya dia meminum kopi. Gun tahu Krist tidak suka dengan kopi.

"Tidak terlalu lama," ucap Krist.

"Dan kamu minum kopi, Krist?" tanya Gun. Krist menatap ke arah kopi yang Gun angkat. Krist menyandarkan tubuhnya ke kursi, lalu menghembuskan napasnya.

""Ceritakan padaku jika kamu ingin, Krist," ucap Gun. Sepertinya ada yang membuat pikiran Krist terbebani. Raut wajah yang lelah dan kantung mata yang terlihat di bawah kelopaknya tentu sudah jelas bagi Gun.

"Ayahku terkena serangan jantung kemarin saat aku dan dia berdebat, seperti biasa. Dia menginginkanku untuk pindah ke jurusan manajemen untuk nantinya meneruskan posisinya. Kamu tahu bukan, Gun? Pindah jurusan akan sangat sulit dan lagi, aku tidak menyukainya." Gun masih diam. Dia akan dengan senang hatinya mendengarkan Krist sampai dia selesai berbicara.

Krist adalah seseorang yang tidak terlalu peduli pada apapun. Dia seorang yang bahkan lebih suka menyembunyikan masalah. Jika saja Gun tidak menodongnya untuk berbagi pikiran dengan dirinya dan New.

"Dan saat kemarin aku membawa dia ke rumah sakit, ternyata dokternya adalah kakak sepupumu yang bernama Sinto. Dia memberitahu bahwa ayahku sudah terkena serangan jantung stadium 4. Itu sudah termasuk gagal jantung. Jadi, dia menyarankan aku untuk memperhatikan kondisi ayahku. Akhirnya, kami membuat janji tadi untuk kelanjutan penanganan kondisi ayahku."

"Dia bilang ayahku masih bisa menjalani hidupnya seperti biasa. Namun, dia harus mengatur pola hidupnya, seperti makan, tidur, olahraga, dan meminum obat dengan tepat waktu dan teratur. Aku juga harus membawanya check-up rutin ke rumah sakit. Jika tidak, jantungnya akan melemah, dan aku bisa kehilangan dirinya." Di akhir kalimat, air mata Krist membasahi pipinya, namun tidak ada suara tangis yang menyertainya.

Ini sungguh pilihan yang begitu berat saat dipaksa untuk memilih antara orang tua dan sesuatu yang kamu sukai. Namun, terlebih dari itu, Krist juga sangat menyayangi ayahnya lebih dari siapapun, karena dia satu-satunya yang Krist miliki, karena ibunya sudah meninggal lebih dulu.

"Aku mungkin tidak bisa memberimu sebuah jawaban, tapi ambillah sebuah keputusan yang tidak akan membuatmu menyesal nantinya. Ikuti saja kata hatimu, Krist. Kamu yang menjalani ini, kamu juga yang akan merasakannya. Jika hatimu sudah memutuskannya, maka ikutilah dan pertimbangkan sesuatu yang penting dalam hidupmu. Dan percayalah, p'sing akan merawat ayahmu dengan baik." Krist mengangguk, lalu menghapus air mata yang mengalir di pipinya dengan tidak sengaja.

My Dear LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang