Note: chapter ini pendek bgt:')
Happy reading~
.
.
.“Jadi pacarku kalau begitu!”
Seseorang tolong beritahu Sasuke ke mana otaknya pergi saat itu? Ia sendiri benar-benar tidak paham dan sekarang merasa positif sudah gila. Bisa-bisanya!
Kalimat absurd yang tidak dipikir terlebih dahulu tersebut berhasil membuat Hinata membalik badan seraya melempar tatapan shock berat. Detik demi detik gadis itu mendadak bisu. Sesuatu yang Sasuke syukuri karena sesungguhnya ia belum siap untuk jawaban apapun.
“Kalau kau setuju, masuk sekolah besok.”
Kemudian Sasuke pulang tanpa menengok lagi.
Kini pria itu tengah berbaring di ranjang. Memaki diri sendiri tak berkesudahan. Beruntung ternyata orang tua dan kakaknya belum pulang. Jadi tidak perlu ada omelan atau ceramahan panjang. Isi kepalanya terlalu penuh, malah pandangannya mulai berkunang-kunang.
Bungsu Uchiha itu telah membersihkan diri, pun menyelesaikan makan malam. Sendirian. Keadaan yang memaksanya kembali berandai-andai. Jika saja masih ada Hinata, ia pasti punya teman makan. Jika saja masih ada Hinata... ah, lagi-lagi kepikiran gadis satu itu. Bagaimana caranya berhenti?
Pada pukul sembilan malam, pintu kamar Sasuke diketuk pelan oleh seseorang dari luar. Lalu disusul alunan suara milik sang Ibu. Memanggil namanya serta meminta izin masuk. Ah, Ibunya sudah pulang.
“Belum tidur?” Mikoto duduk di pinggir ranjang.
Sasuke menggeleng.
“Kau menemui Hinata hari ini?”
Nah, ini. Sudah diduga, Sasuke mesti mempersiapkan mental dan telinga.
“Ya. Aku hanya ingin memastikan ia baik-baik saja karena sudah seminggu tidak masuk sekolah.”
Satu... dua... dan... aneh.
Ibunya sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan marah atau siap mengumandangkan ceramah. Selama sedetik Sasuke bahkan meragukan apa yang ada di sisi benar sang Ibu atau bukan. Wajah beliau terlihat tenang, meski sesuatu tampak sedikit mengusik. Sesuatu yang entah apa.
“Sasu, Kaasan mau tanya,” Mikoto membelai surai sang putra, “Hinata itu... orangnya seperti apa?”
Ini... tidak salah? Seorang Nyonya Besar Uchiha yang lebih memilih untuk percaya pada cerita keluarga Shion dibanding cerita putranya sendiri akhirnya mau bertanya tentang Hinata? Ugh... ingin sekali Sasuke mencak-mencak, tapi tak mampu. Terlalu kasar, lagipula sudah malam.
“Sasu?”
“Hinata kadang menyebalkan, kadang merepotkan. Di awal aku sangat tidak menyukainya, tapi berubah sejak beberapa minggu lalu.”
“Kenapa?”
“Aku baru tahu soal masalah hidupnya. Setiap hari ia bekerja di cafe, sempat dipecat, tapi tadi kulihat ia di sana lagi. Pernah sekali aku memergokinya menyebar brosur di pinggir jalan. Ia juga pernah tidur di stasiun karena tidak punya tempat tinggal. Kak Itachi pasti sudah cerita ‘kan? Karena itu Hinata kuajak tinggal di sini.”
“Bukankah seluruh biaya hidupnya ditanggung keluarga Miku?”
Sasuke tersenyum sinis, “Hinata sama sekali tidak seperti yang keluarga itu katakan. Ia tidak pernah mengemis-ngemis demi uang, apalagi yang kudengar mereka bilang Hinata sampai menggoda Ayah Shion. Semua itu fitnah, Kaasan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
That Girl -SH ver- (END)
FanfictionTidak semua orang beruntung. Contohnya gadis itu... . . . FF REMAKE! Picture isn't mine, if it's yours pls let me know🖤 Warning: OOC! so cheesy, so drama, so absurd, so mainstream, so sorry..