Chapter 23

2.3K 315 8
                                    

Happy reading~
.
.
.

Berdiri di hadapan dua kotak berisi abu jenazah orang yang paling disayang, Hinata kesulitan menggambarkan bagaimana perasaannya sekarang. Selama bermenit-menit ia kesulitan bicara bahkan hanya untuk sepatah kata. Jangan tanya soal air mata, dari awal datang saja sudah terlihat menghiasi muka.

Di belakang gadis itu, berdiri Neji dan Sasuke dengan kepala sedikit menunduk serta tangan tersimpan rapi di depan tubuh. Sama sekali tidak berani mengganggu duka sang gadis. Paham bahwa ini adalah waktu khusus antara anak dan orang tua yang telah tiada.

Kaasan... Tousan... aku rindu,” Hinata membisikkan kalimat pertamanya, “Sangat rindu..”

Iris jernih berlapis liquid bening itu menatap nanar pigura sang Ayah dan Ibu. Dua buket bunga mini yang ia beli dalam perjalanan ke mari diletakkan di sisi kanan dan kiri, menambah kesan cantik pada pigura.

“Seringkali aku berharap sedang bermimpi panjang di mana akan terbangun dan mendapati kalian masih di sini. Tapi itu hanyalah harapan kosong, Kaasan dan Tousan sungguhan pergi. Sejujurnya jauh lebih baik jika aku hadir menemani kalian sampai akhir..”

Kita juga pasti setuju. Pun Hinata sejatinya sangat menyesali hal tersebut. Andai dapat memutar waktu sedikit saja ke belakang, ia ingin ada ketika orang tuanya menghembuskan napas terakhir.

Bukan berarti Hinata menyalahkan keputusan Neji tentang pemindahan rumah sakit serta mengikhlaskan orang tuanya. Sang sepupu telah mengusahakan yang terbaik. Hanya sangat disayangkan kesalahpahaman terjadi di sana-sini sehingga si gadis Hyuuga dipaksa kehilangan moment terakhir bersama orang tua.

Sama sekali tidak salah menyebut Ayah Shion sebagai orang paling kejam dalam kasus ini. Maka dapat dipastikan beliau akan segera dihukum seberat-beratnya. Dan hukuman paling berat tentu datangnya dari Tuhan. Hukum kausalitas.

Hinata sungguh tidak sabar menanti hari itu tiba.

“Bahagia di surga ya, jangan khawatirkan aku. Putri kalian ini, Hyuuga Hinata akan selalu baik-baik saja..”

Sebelum menyudahi kunjungan, Hinata membungkuk sebagai bentuk penghormatan. Belum banyak yang mampu ia sampaikan, curahkan, dan ceritakan. Jadi untuk hari ini dirasa cukup sekian.

Ketika sang gadis berbalik, Sasuke dan Neji serentak melempar senyum tipis penuh kasih sayang. Berharap gadis kesayangan di hadapan tahu bahwa mereka takkan pernah lagi membiarkannya sendirian.

“Sudah?” ibu jari Sasuke terulur menyeka air mata yang mengalir sampai ke pipi Hinata.

“Ya..”

“Kau baik-baik saja?”

Gadis itu mengangguk, “Lebih baik dibanding kemarin-kemarin karena akhirnya aku menemui orang tuaku. Banyak yang ingin kukatakan, tapi kulakukan lain kali. Aku akan rajin mengunjungi mereka.”

“Syukurlah..” Neji menepuk kepala sepupunya, “Sekarang bagaimana kalau kita langsung pulang untuk makan siang?”

Kening Hinata berkerut, “Pulang?”

“Yap, pulang.”

****

Semenjak Neji terlibat dalam kehidupannya beberapa minggu lalu, sudah berkali-kali kejutan Hinata terima. Kebenaran demi kebenaran terungkap satu persatu di mana seluruhnya sanggup membuat ia terpaku di tempat. Kali ini pun tak jauh berbeda.

Bangunan yang berdiri di depan mereka saat ini adalah rumah lama Hinata. Salah satu yang selama dua tahun lebih ditinggalkan atas dasar anggapan bahwa rumah tersebut telah berpindah kepemilikan. Kenyataannya tidak demikian. Rumah itu masih milik seorang Hyuuga Hiashi.

That Girl -SH ver- (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang