Chapter 7

3.1K 494 44
                                    

Happy reading~
.
.
.

Uchiha Sasuke melewati pintu utama rumah saat jarum pendek menunjuk ke angka sembilan. Sang kakak menunggu kepulangannya di ruang keluarga. Si Bungsu kira orang tuanya juga sudah pulang dan siap menyerukan amarah karena ia pulang jam delapan lewat. Namun ternyata tidak, hanya ada kakaknya.

"Kau beruntung, Kaasan dan Tousan sudah berangkat satu jam lalu. Kalau belum, habis kau."

"Berangkat?" Sasuke mengambil duduk di sofa seberang sang kakak.

Itachi mengangguk, "Ke China, untuk dua atau tiga minggu."

"Kenapa mendadak?"

"Tidak juga, rencana ini ada sejak minggu lalu."

"Padahal mereka tahu akan ada pertemuan orang tua minggu depan. Lupa lagi?"

Kekesalan dan kekecewaan dalam nada bicara sang adik tidak mungkin lolos dari kepekaan seorang Uchiha Itachi. Dirinya tahu tentang pertemuan orang tua itu. Kenyataannya ia sempat terlibat adu mulut dengan orang tua mereka menyangkut hal ini.

"Aku yang akan datang."

"Berapa kali harus kukatakan ini adalah pertemuan orang tua, bukan kakak!"

"Berhenti kekanakan, Sasuke. Kau bukan anak SD lagi yang apa-apa harus orang tua yang datang. Mereka sibuk."

"Kau tidak mengerti bagaimana rasanya karena waktu kau masih sekolah mereka tak pernah mengesampingkanmu demi urusan pekerjaan!"

Malas berdebat lebih jauh, Sasuke memutuskan pergi meninggalkan ruang keluarga. Naik ke lantai atas menuju kamarnya. Tidak peduli pada makan malam. Toh perutnya sudah cukup kenyang terisi makanan cafe.

Itachi menatap nanar punggung adik semata wayangnya. Memang dulu ketika ia masih sekolah, orang tua mereka selalu datang tiap kali dipinta oleh pihak sekolah. Mungkin karena dirinya anak pertama, tidak ada sosok kakak yang bisa menggantikan tanggung jawab orang tuanya.

Namun, Sasuke tidak bisa seratus persen menyalahkan orang tua juga. Tujuan mereka banting tulang adalah untuk membahagiakan anak-anak. Terlebih sejak lahir, Sasuke terbiasa hidup mewah. Tak pernah merasa kekurangan finansial. Itu semua berkat siapa? Kerja keras orang tuanya.

Mungkin, hanya mungkin, suatu saat Sasuke akan mengerti. Agar dapat terus hidup dalam kemewahan ini, memang ada yang harus dikorbankan. Entah itu kesehatan atau pun kebersamaan.

****

Fajar sempurna menjalankan tugas. Menyinari segala makhluk di bawah naungan langit biru. Termasuk sosok gadis yang duduk di sudut gerbang sebuah rumah besar. Menyembunyikan kepala bermahkotakan surai indigo di antara kedua lutut.

Jika ditanya sudah berapa lama gadis itu berada di sana, jawabannya semalaman. Orang-orang yang lalu-lalang di sekitar sana menaruh perhatian. Beberapa tidak terlalu peduli, beberapa kasihan, dan sisanya penasaran. Namun tak satu pun berniat menghampiri untuk sekadar memberi teguran.

Barulah ketika pintu gerbang terbuka secara otomatis, gadis itu tersentak dan hampir saja terjungkal ke belakang. Berarti daritadi ia tertidur hingga tak menyadari pergerakan gerbang.

Sebuah mobil dari dalam yang hendak meninggalkan rumah mendadak berhenti. Dari kursi penumpang di bagian belakang, seorang pria paruh baya keluar. Wajahnya menunjukkan keterkejutan luar biasa menemukan gadis yang ia kenal ada di depan rumahnya sepagi ini.

"Hinata? Apa yang kau lakukan di sini?"

Gadis itu benar Hinata. Bertemankan tas besar di tangan berisi pakaian-pakaian serta ransel yang selalu dipakai ke sekolah turut menghiasi punggung. Kondisi sang gadis bak baru saja didepak karena tidak mampu membayar sewa tempat tinggal.

That Girl -SH ver- (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang