02

5.3K 348 8
                                    

Mark keluar dari ruangan Suho dengan wajah yang tertekuk frustasi, tidak bisakah ia hanya menetap di korea saja tanpa ada embel-embel pindah ke indonesia?

Hanya saja Mark tidak ada niat sama sekali untuk kembali ke negara asalnya, Mark hanya ingin diam di negara ini dengan damai bersama anaknya, Leander.

"Akhirnya gue bisa pulang juga ke kampung!" berbanding terbalik dengan Mark, Jihoon merasa antusias karena selama beberapa tahun ini ia tidak bisa pulang ke negara asalnya, dan akhirnya ia bisa pulang dan menetap kembali di indonesia.

"Tunggu aa ya neng, bentar lagi aa pulang~" ucap Jihoon seolah ia berkata pada seseorang yang tak lain adalah kekasihnya.

Fyi, Jihoon pernah tinggal di bandung selama tiga tahun karena harus mengikuti sang ayah yang di pindah tugaskan kerja disana. Jadi ia sedikit paham dengan bahasa bandung; sunda.

Jihoon menatap Mark yang kini tengah mengacak rambutnya. "Lo kenapa dah."

Mark menatap Jihoon malas. "Lo masih bertanya gue kenapa? Gue gak bisa pergi."

"Mark mau sampai kapan lo bersembunyi terus begini, Lean juga butuh tau siapa keluarganya siapa nenek kakeknya."

Mark tertawa congkak saat mendengar penuturan yang keluar dari mulut temannya itu. "Gue kasih tau lo, Lean gak punya saudara kakek nenek maupun om apalah itu, dia hanya punya gue seorang, daddynya." tunjuknya pada dirinya sendiri.

"Mark lo jangan egois terus, apa lo gak kasian sama anak lo sendiri."

"Apa salahnya? Gue hanya menuruti keinginan mereka saja apa gue salah?" ucapnya. "Mereka yang menginginkan gitukan? Yaudah."

"Mark..."

"Udah ya Hoon, gak usah bahas tentang ini." ujar Mark, mengambil tas kerjanya membuat Jihoon semakin bingung dengan tingkah Mark.

"Lo mau kemana woii?!" tanya Jihoon.

"Izinin gue ya, gue gak bisa masuk kerja kalau gini."

Jihoon menghela nafas pelan. "Pikirin baik-baik Mark, kapan lagi lo dapet penawaran sebagus begini."

"Gak butuh." ketusnya yang berlalu meninggalkan Jihoon sendirian.

Mark menjalankan mobilnya keluar dari gedung kerjanya. Memegang setir kemudi dengan erat, ada begitu rasa yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata.

Mark tidak tahu, ia tidak tahu harus apa sekarang, jujur saja Mark memiliki sedikit rasa senang karena akan pulang ke negeri asalnya. Tapi, tidak munafik jika Mark belum siap dengan semuanya.

Kenapa Mark harus hidup seperti ini? Hidupnya yang terlalu menyedihkan baginya.

•••

Di lain tempat berbeda negara, terlihat seorang lelaki manis berbadan bongsor itu tengah memeluk seorang lelaki berbadan kurus berambut gondrong dengan sangat erat, seolah ia tidak ingin lelaki yang dipelukannya ini pergi darinya.

"Dek lepas coba engap ini." ucap lelaki berbadan kurus itu mencoba menyingkirkan tubuh adiknya dari tubuhnya.

Menggelengkan kepalanya, yang lebih muda semakin mengeratkan pelukannya.
"Abang kalau di lepas pelukannya nanti malah pergi~"

"Enggak bakalan adek Lichan sayangnya abanggg udah yaa gerah nih abang di tempelin mulu." ujar sang kakak— Dahendra Gaelan Mallory yang kerap di panggil bang Hendra itu berkata selembut mungkin pada adiknya Haidar Lichan Mallory.

"Bohong! Abang udah nyiapin koper soalnya!"

"Duh Je, ini bantuin dulu kenapa sih." kata Hendra pada sosok lelaki yang duduk didepannya dengan bibir yang tidak berhenti menertawakan kakak beradik di depannya ini.

Sunshine, Marknohyuck.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang