24

1.5K 147 13
                                    

"Gue benci sama lo! Lo udah bikin-- mati! Lo udah ngerebut semuanya dari gue, kenapa?! Kenapa lo lakuin itu pada gue?!" bentaknya, tangannya mencengkram kuat rahang Lichan.

Lichan menggeleng dengan pelan. Isakannya masih terdengar dengan jelas di telinganya. "Lo tuh -- bagi gue! Gara-gara lo-- ninggalin gue! Dasar cowok murahan, jalang sialan!"

"SAMPAI KAPANPUN AKU GAK PERNAH REBUT MARKA DARI KAMU, TAPI KAMU YANG REBUT MARKA DARI AKU DAN ANAKKU-"

Plak!

Lichan terbangun dengan nafas yang terengah-rengah juga keringat yang membasahi seluruh tubuhnya.

Lagi.

Mimpi itu kembali lagi.

Entah kenapa, mimpi itu terus menerus menghantuinya.

Tangannya meremat dengan begitu kuat selimut di sampingnya. Sakit kepala yang begitu menyiksa menghantamnya malam ini. Sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Tamparan yang begitu keras di mimpi itu kenapa terasa begitu nyata baginya.

Yang membuat Lichan bingung disini adalah, siapa wanita itu? Kenapa dia sebegitu marah dan membencinya?

Mengerang pelan, karena sakit di kepalanya. Lichan meraih sebuah botol kecil di meja nakasnya. Mengeluarkan dua biji obat kapsul disana, ia lantas meminumnya.

Badannya ia sandarkan pada kepala kasur, Lichan menghirup oksigen dengan cepat. Ia baru tersadar, setiap mimpi itu menghantuinya, ia selalu saja merasakan sakit di kepalanya dengan begitu menyiksa.

Dengan badan yang lemas, Lichan berdiri dari duduknya. Kakinya melangkah keluar kamar. Pandangannya menyusuri keberadaan rumahnya yang terlihat sepi tidak ada penghuni.

Jelas saja, ini sudah tengah malam. Semua orang pasti sudah tidur dengan pulas. Hanya dirinya yang masih terbangun saat ini.

Dengan langkah yang sangat pelan, Lichan berjalan menuju sebuah ruangan di pojok sana. Matanya menelisik ke sekelilingnya dengan takut; takut kalau ada yang melihatnya.

Sudah terlihat seperti orang yang mau maling, dengan pelan Lichan membuka knop pintu ruangan di depannya.

Ia bersyukur karena pintunya tidak di kunci. Lichan masuk kedalam dan menutupi pintunya dengan begitu rapat.

Matanya menatap sekeliling ruangan itu, ruangan yang sangat minim pencahayaan.

Dengan langkah yang cepat ia berjalan kearah meja yang cukup besar di tengah ruangan itu. Menyalakan lampu disana untuk menerangi sekitarnya.

"Bukankah ini terasa janggal, kenapa setiap aku bertanya tidak ada yang menjawabnya dengan pasti?" gumamnya, tangannya menggeladah meja kerja sang ayah.

Iya, Lichan mengendap masuk kedalam ruangan kerja Jovin. Ini untuk pertama kalinya. Lichan merasa aneh, karena Jovin selalu melarang dirinya untuk masuk kedalam ruangan kerjanya.

Lichan rasa, Jovin dan semua orang menyembunyikan sesuatu darinya. Jadi ia simpulkan pasti ada sesuatu disini.

Lichan harus mencarinya dengan pelan dan hati-hati karena banyak begitu berkas milik Jovin disini. Ia tidak mau merusaknya.

Sunshine, Marknohyuck.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang