Setelah dari kejadian itu, tiga hari lamanya. Marka belum berani untuk pulang ke Jakarta. Ia memutuskan untuk diam lebih lama di surabaya. Memilih untuk menenangkan hatinya juga pikirannya sebelum ia kembali dan entah apa yang akan terjadi setelah ia bertemu dengan Jean kemarin.
Ia meneguk kopi terakhirnya yang sudah mendingin, dengan perasaan yang gundah. Gundah akan pikirannya yang terus menerus berlarut dalam waktu yang kurun lama.
Ia bahkan mengabaikan telepon dari Mina beberapa hari ini. Marka hanya takut, ia takut dirinya bisa membuat Leander terkena imbasnya, Marka juga merasa bersalah karena, ia sudah membuat anaknya jauh dari sang ibu.
Tidak jauh dari pandangannya, ia kembali melihat benda persegi itu terus menerus menyala. Marka menghela nafas, ia sengaja mensilent handphonenya karena benar-benar tidak mau diganggu dan lebih ingin menyendiri.
Dengan rasa malasnya ia berjalan ke arah balkon, menatap segelintir derasnya air hujan yang turun membasahi kota Surabaya siang ini. Pandangannya menatap pada awan yang gelap disana. Sesekali cahaya kilatan terlihat, seakan cuaca paham dengan apa yang tengah dilalui dirinya, Marka begitu merasa tertampar dengan keadaan sekarang yang mengerti kondisinya.
Tertawa miris Marka bergumam. "Dulu kamu pernah berkata padaku, mau sehebat apapun badai hujan melanda, disitu akan ada saatnya pelangi yang begitu indah dengan bantuan cahaya matahari yang begitu terik disampingnya." katanya. "Benar. Tapi sampai sekarang badainya belum reda, belum ada titik terang dimana aku akan melihat pelangi disana." lirihnya.
•••
"Pokoknya aku ikut ya Chan titik." katanya dengan penuh penekanan.
"Nggak usah Jeje. Nanti aja ya kapan-kapan Ichan bakalan kenalin orangnya sama Jeje, janji!"
Mencebikan bibirnya, Jean melengos pergi dari hadapan Lichan yang menatapnya berdiri di dapur seraya memindahkan makanan yang Jean bawa tadi kedalam wadah.
"Jeje pwease ya ya ya, jangan sekarang, soalnya Ichan juga ada yang mau dibahas sama dia." Lichan duduk disamping Jean yang merajuk sambil memainkan handphonenya.
Jean tidak bisa habis pikir dengan Lichan. Bagaimana bisa ia tidak boleh ikut dengannya untuk bertemu dengan orang yang katanya calon tunangannya?
Oh ayolah, Jean hanya penasaran dengan orang itu, tidak ada salahnya bukan kalau ia hanya ingin tau siapa lelaki itu?
"Ya tapi kenapa gak boleh mbul? Aku kan cuma pengen tau siapa orangnya udah itu aja."
"Lagian kenapa sih Jeje, aku cuma mau ketemu loh, bicara sesuatu doang."
"Sesuatu apa, aku mau tau juga."
"Enak aja ini rahasia tau!" ujarnya seraya meleletkan lidahnya.
Memicingkan matanya pada Lichan, pikiran Jean sudah overthinking bagaimana nantinya Lichan yang begitu polos ini berhadapan dengan orang baru.
"Pokoknya aku tetap ikut kamu." finalnya.
"Ish gakkk! Lagian nanti Jeje aneh-aneh!"
"Gak aneh-aneh paling nanti cuma di ospek aja."
"APAAN OSPEK UDAH KAYA KULIAH AJA!" jawabnya.
"Ya aku perlu tau siapa orangnya, aku mau cari yang terbaik buat kamu mbul!"
"Ya aku tau, tapi biarin kali ini aja ya. Ichan bakalan jaga diri kok. Ichan janji kalau ada apa-apa orang pertama yang Ichan hubungi adalah Jeje! Jadi biarin Ichan pergi ya?" pintanya dengan mata sayu nya yang mampu membuat Jean luluh. Tangannya menggoyang tangan besar Jean disampingnya.
Jean menghela nafas dan memeluk Lichan dengan begitu erat.
"Maaf ya, aku cuma takut kamu kenapa-kenapa Chan. Apalagi kamu ketemu orang baru gini, aku takut kamu di apa-apain."
![](https://img.wattpad.com/cover/252807402-288-k964302.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine, Marknohyuck.
Fiksi Penggemar[BXB] [HOMO] [GAY] [BUKAN GS!] Marknohyuck Ft. Chenle. Kamu bisa bersembunyi selama apapun, tapi tidak dengan anakmu, anak kita. ©Peachzen_ Start: 2.4.2021 End: - • Lokal! ✔ • M-Preg ✔ • Non Baku ✔ • Missgendering ✔ • DILARANG SALPAK YA KAWAND, INI...