"Bang, gue mau pulang."
"Bicara yang sopan pada abangmu baby, kalo tidak abang jahit mulutmu itu," ucap Gustav membuat Altezza kicep ia menutup mulutnya sambil menggelengkan kepala heboh.
"Iya nanti kita pulang ke rumah ya." Giandra mengelus pelan rambut Altezza, malem ini Altezza sudah boleh pulang ke rumah karena kondisinya sudah sehat.
"Enggak, Ezza mau pulang ke kostan."
"Enggak boleh, kamu itu anak daddy. Ezza sendiri udah liat kan hasilnya," ucap Giandra membuat Altezza mengangguk terpaksa.
Memang benar hasil tes DNA menunjukkan bahwa 99,9% ia merupakan anak kandung dari pria yang ada di hadapannya. Dan ia juga baru tau kepanjangan dari huruf F dibalik nama belakangnya, Faresta.
Sebenarnya ia ingin pulang ke kostan karena ia masih tak percaya ternyata ia masih memiliki keluarga, kenyataan yang lebih menyakitkan lagi orang tua yang selama ini ia ketahui orang tua kandungnya ternyata mengadopsi dirinya.
Pantas saja bibinya selalu tak suka padanya karena ia hanya anak angkat dari orang tuanya.
"Adek kenapa?"
"Ha? Apa?" ia kembali bertanya pada Gustav yang tadi bertanya padanya.
Gustav yang melihat itu hanya mengelus pelan rambut adiknya. "Adek udah boleh pulang, kita pulang ke rumah ya."
Altezza tau itu bukan permintaan tapi perintah, mau tak mau ia harus menurut pada abang ketiganya itu. Ia dengan berat hati harus mengangguk.
Giandra pun tersenyum melihat putranya akan pulang ke rumah. Hari ini ia dan Gustav yang menemani kepulangan Altezza, yang lainnya menunggu di rumah.
"Ehh apa-apaan ini!"
Altezza protes saat tubuhnya diangkat dengan mudah ke dalam gendongan Giandra.
Anjir seringan itukah gue, main gendong aja. Woy mau ditaruh ke mana muka gue kalo anggota gengnya tau kalo dia digendong kayak gini.rutuk Altezza dalam hati.
"Ngapain digendong sih, gue bisa jalan sendiri," ucapnya sambil mencoba berontak dalam gendongan Giandra namun usahanya tak berhasil.
"Jangan banyak gerak dek nanti jatuh," ucap Gustav.
Altezza pun mendengus, tangannya ia silangkan di depan dada. Ia kesal kenapa juga ia diperlakukan seperti anak kecil.
Mereka pun keluar dari kamar namun mata Altezza melotot saat banyak orang bertubuh besar dengan seragam hitam mirip di upacara pemakaman.
Astaga mereka kayak kingkong lagi latihan baris berbaris, batin Altezza menatap tak percaya.
"Tuan, semuanya sudah siap. Mobil tuan juga sudah siap," ucap seseorang yang memakai jas hitam dengan kemeja putih di dalamnya, di telinganya terdapat earphone.
"Hm," dehem Giandra.
Anjirr, apaan tuh hm hm aja. Tapi tunggu si kingkong bilang tuan, jangan-jangan mereka keluarga kaya lagi, batin Altezza.
Memang Altezza tak mengenal keluarga Faresta atau keluarga kaya raya atau apalah itu, yang ia tahu hanya tawuran dan balapan. Mana mau ia mengurusi kehidupan orang lain yang sudah kaya.
Giandra dan Gustav pun berjalan diiringi oleh para bodyguard yang melindungi mereka. Ah lebih tepatnya melindungi orang yang digendong Giandra, Altezza.
Semua orang yang melihat itu menatap dengan pandangan terpukau, iri, dan banyak lagi. Siapa yang tak mengenal keluarga Faresta, setiap hari wajah mereka selalu mondar mandir di layar kaca. Tapi mereka juga menatap penasaran dengan orang yang ada di dalam gendongan tuan besar Faresta itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTEZZA [END]
Teen Fiction[END] [BROTHERSHIP #01] Si ketua geng Garesta yang hidup sendirian setelah memutuskan pergi dari keluarga pamannya yang toxic. Si brandalan yang hobi tawuran, dan berkelahi, hidup dengan bermodalkan hasil kemenangan dari balap liar. Sosok nakal dan...