Giandra termenung duduk di kursi tunggu rumah sakit, kedua tangannya saling bertautan. Gavin dan Gabrian berdiri tak jauh dari Giandra, raut wajah mereka datar namun kekhawatiran tampak jelas di mata mereka.
Tap.
Tap.
Tap.
Bunyi langkah kaki terdengar jelas mengikis keheningan, Gavriello berjalan mendekati orang tua tunggalnya itu.
"Bagaimana kondisinya dad?"
"Gustav masih memeriksanya."
Mendengar hal itu membuat raut wajah Garviello menjadi sedih.
"Bajingan itu harus menerima balasannya," ucap Gavin mengeraskan rahangnya dengan kedua tangan mengepal.
"Orang itu dan gengnya sudah ada di tempat biasa," jawab Gavriello mengingat bedebah sialan dan cecunguknya yang telah menyakiti adiknya itu.
"Bagus, kita beri hadiah yang menyenangkan," ucap Gabrian dengan wajah yang menyeramkan.
Masih lekat diingatannya apa yang akan terjadi jika ia tak sampai di sana tepat waktu.
Gabrian yang sedang mengurus perusahaannya dikejutkan dengan telpon dari Bondan pengawal Altezza. Tanpa menunggu dia langsung menerima panggilan itu.
Raut wajahnya menjadi khawatir dan marah dalam waktu bersamaan saat mendengar bahwa Altezza bolos dan lolos dari pengawasan Bondan.
Mematikan panggilan itu, Gabrian langsung menyuruh tangan kanannya untuk melacak keberadaan Altezza. Hanya butuh 5 menit ia sudah mendapatkan lokasi di mana adiknya berada.
Entah ia harus marah, sedih atau khawatir untuk pertama kalinya ia merasakan berbagai perasaan yang membuat dadanya sesak dan itu karena ulah Altezza. Ia mendengar adiknya sedang tawuran, ia merasa kecolongan lupa bahwa adiknya juga merupakan ketua geng di sekolahannya.
Gabrian segera berdiri dari duduknya lalu berlari meninggalkan ruangannya. Namun langkahnya harus berhenti saat melihat sekretarisnya berdiri di hadapannya.
"Maaf tuan ingin pergi ke mana?" tanya sekretaris wanita itu dengan nada manja.
"Pergi dari hadapanku sialan."
"Tapi tuan, anda ada rapat penting yang sebentar lagi di mulai." ucap sekretaris itu.
"Dasar jalang, pergi dari hadapanku."
"Tapi tuan argh-"
Dor.
Timah panas bersarang di dada sekretaris itu. Gabrian tak suka jika ada yang menghalangi jalannya terlebih untuk bertemu dengan adiknya.
"Urus mayat itu!" perintah Gabrian pada Barraq, tangan kanannya yang baru saja datang.
"Baik tuan."
Setelah itu Gabrian berjalan pergi, ia menghubungi semua saudaranya dan juga daddy nya terkait Altezza.
Gabrian keluar dari perusahaan menggunakan mobil sport mewah berwarna hitam mengkilap. Ia mengendari mobil itu dengan kencang tanpa peduli aturan lalu lintas yang ada dipikirannya adalah bertemu sang adik.
Tak butuh waktu lama ia telah sampai di lapangan tempat adiknya tawuran bersamaan dengan adik-adiknya dan juga daddynya. Gustav datang seorang diri, Bondan yang datang bersama dengan Gavin yang masih memakai seragam sekolah, Gavriello datang bersama bawahannya dan Giandra yang datang bersama bodyguardnya.
Gabrian menatap pemandangan dihadapannya dengan datar, ia melihat para remaja dengan luka tak sedikit masih berkelahi dengan semangat. Netranya berkeliaran mencari sosok yang menjadi adiknya di antara puluhan remaja yang berkelahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTEZZA [END]
Teen Fiction[END] [BROTHERSHIP #01] Si ketua geng Garesta yang hidup sendirian setelah memutuskan pergi dari keluarga pamannya yang toxic. Si brandalan yang hobi tawuran, dan berkelahi, hidup dengan bermodalkan hasil kemenangan dari balap liar. Sosok nakal dan...