Altezza mengendikkan bahunya, mungkin orang iseng. Segera ia memasukkan ponselnya itu ke dalam saku celananya lalu merencanakan aksi mengagetkan Giandra.
Ia membuka pintu kamar Giandra dengan pelan-pelan lalu memasuki kamar daddynya itu.
Ia tersenyum lebar saat melihat Giandra sedang duduk di sofa membelakanginya. Ia melangkah dengan berjinjit pelan agar Giandra tak menyadarinya.
Setelah jaraknya cukup dekat dengan Giandra, ia akan mengagetkan Giandra. Mulutnya sudah terbuka hendak meluncurkan kata-kata.
"Apa yang kamu lakukan boy? Berjalan mengendap-endap seperti itu."
Bangke! Tai anjing! Kok bisa ketahuan. Batinnya sebal.
"Hehehe, kok Daddy bisa tau?" Altezza berjalan menghampiri Giandra.
Giandra hanya tersenyum tipis menjawabnya, sebagai mafia pastinya mudah untuk dia mengetahui hal kecil seperti itu. Namun dia lebih memilih tak menjawab pertanyaan si kecil.
"Kenapa ke sini hm?" Giandra bertanya sambil melepas kaca mata baca yang sedang dia kenakan. Dia meletakkan buku dan kaca mata itu di atas meja lalu menarik putranya untuk duduk di pangkuannya.
Kini Altezza duduk di pangkuan Giandra dengan tubuh berhadapan dengan Giandra.
Altezza hanya terdiam namun dalam hati misuh-misuh tak terima meski ia akui dipangku daddy dan keempat abangnya itu nyaman melebihi sofa ruang keluarga.
"Abang, Dad! Mereka ngerusuh di kamar adek, jadi adek mau tidur sama Daddy," ucapnya mengadu dengan bibir maju beberapa senti.
Giandra yang melihat anaknya yang menggemaskan mencubit pelan bibir anaknya, "Salah kamu juga dek!"
Altezza melotot mendengar Giandra malah ikut menyalahkannya, ia menepis tangan Giandra yang ada di mulutnya.
Anjir, main comot aja dikira gorengan apa, rutuknya dalam hati.
Altezza mengelap bibirnya dengan ujung lengan bajunya.
"Kok salah adek! Yang dijajah kamar adek bukan adek yang jajah kamar mereka."
"Makanya kalo jadi orang jangan imut plus ngegemesin dong." Tangan Giandra merengkuh tubuh putranya dengan salah satu tangan mengelus surai hitam Altezza.
"Ish! Adek ganteng, gak imut apalagi menggemaskan dikira kelinci apa!"
"Emang iya?" Giandra bertanya sambil menaikkan satu alisnya. Ia melepaskan rengkuhannya dan menatap anaknya skeptis.
Anjir, udah tua sok keren lagi. T-tapi emang keren hwaa!! pengen!, batinnya iri.
"Ashh Daddy nyebelin! Mending adek pergi ke kamar tamu aja." Altezza segera beranjak dari pangkuan Giandra namun tertahan oleh kedua lengan Giandra di pinggangnya.
"Enggak! Adek tidur bareng Daddy disini."
"Tapi Daddy nyebelin, adek gak suka," ujar Altezza dengan kedua tangan terlipat di depan dada dan kepala melengos enggan menatap Giandra.
Salah apa Giandra, dia hanya membicarakan kenyataan. Giandra menghela napas yang waras ngalah, "Iya Daddy salah, maafin ya boy?"
Altezza yang mendengar permintaan maaf Giandra tersenyum tipis, ia mengangguk menerima permintaan maaf dari daddynya itu.
Giandra pun menggelengkan kepalanya menghadapi tingkah Altezza yang diluar nalar kepalanya. Tanpa mengatakan apapun Giandra berdiri sambil menggendong Altezza. Altezza yang tak siap pun segera melingkarkan kedua tangannya di leher Giandra.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTEZZA [END]
Teen Fiction[END] [BROTHERSHIP #01] Si ketua geng Garesta yang hidup sendirian setelah memutuskan pergi dari keluarga pamannya yang toxic. Si brandalan yang hobi tawuran, dan berkelahi, hidup dengan bermodalkan hasil kemenangan dari balap liar. Sosok nakal dan...