Part 21

44.9K 5K 512
                                    

Wajah Altezza yang tadinya bersedih kembali ceria, ia menatap ke luar jendela mobil yang memperlihatkan jajaran toko-toko di pinggir jalan yang mereka lalui.

"Sekarang kita mau ke mana Dad?" tanyanya mengalihkan pandangannya ke arah Giandra yang duduk di sampingnya.

"Rumah sakit."

"Siapa yang sakit?" tanyanya mendengar jawaban Giandra, sepertinya semua keluarganya sehat-sehat saja.

Ctak.

Altezza menggosok keningnya yang dijitak pelan oleh Giandra, ia dapat pastikan dahinya merah karena ia merasa panas.

"Kamu masih perlu istirahat dek," ucap Gabrian yang duduk di sampingnya.

Saat ini mereka duduk bertiga di bagian tengah mobil dengan Altezza berada di tengah. Dengan satu sopir dan satu pengawal di depan. Untuk Gustav, Garviello, dan Gavin berada di mobil satunya.

"Enggak, adek udah gak sakit. Mending kita pulang," ucap Altezza menolak. Ia seperti orang yang penyakitan hingga bolak-balik rumah sakit.

"Tidak ada bantahan boy," sahut Giandra.

"Ish, adek gak betah dad. Mending adek pulang ke kostan aja," jawab Altezza sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan membuang muka.

Ngambek.

"Okey, kita pulang ke rumah." Putus Giandra yang melihat putranya ngambek.

Altezza yang mendengar itu segera mengalihkan pandangannya pada Giandra dengan senyum sumringah.

Perjalanan menjadi sedikit lama karena Altezza yang meminta untuk kembali ke rumah, di perjalanan Altezza hanya memandang jalanan yang terdapat banyak sekali pedagang, ia hanya bisa menelan ludah ketika melihat ada yang menjual seblak, bakso setan, ceker pedas, pentol kekey, siomay, batagor dan masih banyak lagi. Seakan-akan mereka sedang berkompromi untuk segera di beli oleh Altezza. Bahkan dalam bayangannya jajanan itu melambai-lambai ke arahnya.

Anjir, surga dunia woiii, batin Altezza dengan tangan mengusap bibirnya.

"Dad!" panggil Altezza,

"Hm."

"Mau itu." Tunjuk Altezza pada para pedagang yang berjualan di pinggir jalan.

"No, itu gak sehat boy." Tolak Giandra membuatnya cemberut, gagal ia mukbang pinggir jalan huh.

"Daddy gak asik," keluhnya menatap makanan-makanan itu yang dalam bayangannya menangis karena tak jadi ia beli.

Dengan tangan menyangga kepalanya Altezza menatap luar jendela dengan bosan, apalagi ia tak bisa membeli jajanan. Matanya mengerjap menahan rasa kantuk yang menyerang. Namun netranya menangkap sesuatu yang mampu membuat bola matanya membulat.

Dengan reflek bacot Altezza berteriak.

"STOP!!!"

Mobil yang ditumpangi Altezza berhenti mendadak, untung saja jalanan sedang sepi sehingga tak menimbulkan kecelakaan.

"Dad, bang kalian tunggu di sini!"

Tanpa menunggu jawaban dari daddy dan abangnya, Altezza dengan cepat membuka pintu dan berlari menyebrang jalanan hingga ia sampai di marka jalan.

Matanya tertuju pada kantong keresek hitam yang jatuh di tengah jalan jalur yang satunya. Ia segera berlari saat melihat ada mobil yang akan melintas tak jauh darinya, ia akan menyelamatkan isi kantong kresek itu.

Altezza dengan cepat mengambilnya namun jarak mobil itu sangat dekat, ia memejamkan matanya sambil memeluk kantong kresek di depan dada.

Bangsat, mati dah gue.

ALTEZZA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang