" Wah hari ini Abang pintar yah nak. Bangun sahurnya tidak terlambat."
Baheera memuji putra gembulnya itu karena berhasil bangun sahur tanpa drama. Terus juga terlihat bersemangat sekali sahur kali ini.
" Taya mau puasa loh Mama. Halus makan sahul kan yah bial ndak lapal nanti. Puasa sampai maglib."
" Iya, Abang harus sahur biar kuat nanti puasanya."
" Ayah sama Mama puasa sampai maglib ndak?" Tanyanya lagi ingin tahu.
" Sampai magrib dong, Ayah sama Mama kan sudah besar. Sudah nggak belajar lagi kya Abang puasanya." Byakta ikut menjelaskan kepada Taya.
Sounding mengenai puasa ini harus setiap hari dan tidak mengenal putus asa.
" Taya sudah Abang, sudah besal sampai magblib?"
Wahh, bagaimana ini? Taya kan sudah Abang, sudah besar. Apa puasanya sampai magrib juga.
Kalau lapar nanti bagaimana?
Ummm Taya mau makan cemilan cookies juga. Yang cokelat terus ada chococipnya yang banyak.
Itu nggak boleh makan yah?
" Kalau Abang kuat boleh, tapi belum sampai magrib juga tidak apa-apa kok. Nanti tunggu Abang besar lagi baru boleh. Kalau sudah tujuh tahun harus sampai magrib. Soalnya sudah sekolah SD." jelas Byakta lagia.
Jangan menyerah dan putus asa untuk terus menanamnya cerita yang sama. Menjawab pertanyaan yang sama. Mengulang kisah yang sama.
Soalnya harus dijelaskan sesering mungkin agar Taya tahu dan bisa mengerti.
" Sekalang ndak maglib ndak apa-apa. Taya nanti lapal bilang Mama."
" Iya nggak apa-apa dong. Abang ikut puasa itu sudah sangat bagus loh. Sudah pintar." puji Baheera.
" Huuh, Taya pintal. Bisa puasa juga." jawabnya bangga dengan cengiran lebar. Senang sekali mendapatkan pujian dari orangtuanya.
Taya merasa bangga dengan dirinya sendiri.
" Kalau Dino itu puasa ndak Ayah?" tanya Taya tiba-tiba saja secara acak.
Padahal Baheera dan Byakta kira sahur mereka akan sepi. Namun Taya dan segala tingkahnya membuat gemas orangtuanya.
" Dino itu hewan. Ummn Ayah nggak yakin soal ini, karena tidak ada penelitiannya. Tapi kalau beberapa hewan lain ada yang puasa juga."
" Puasa kaya Taya? Ndak maam? Allah suluh puasa?" Taya mengabaikan nasi dipiringnya, lebih tertarik mendengar penjelasan ayahnya.
" Hewan itu puasa karena beberapa alasan yah. Mungkin itu karena kondisi diri, Ayah belum tahu apakah Allah menyuruh hewan ini puasa. Tapi Allah mewajibkan orang-orang yang beriman untuk berpuasa. Ada di Alquran, nanti kita lihat sama-sama yah."
Aduh, Byakta takut salah menjawab. Bagaimana ini.
" Okee. Dino ndak puasa yah? Yang puasa siapa?" tanyanya lagi merasa tak puas.
" Kalau Allah memerintahkan puasa itu untuk umat muslim. Ayah, Mama, Taya itu umat muslim. Agamanya Taya itu Islam. Nah kalau Dino itu hewan, hewan itu tidak berakal Bang."
" Akal apa?"
Byakta melirik istrinya minta pertolongan. Taya kalau sudah penasaran terhadap sesuatu suka menanyakan hal-hal yang membuat orangtuanya berpikir dalam memberikan jawaban.
" Akal untuk berpikir, untuk tahu baik, buruk, benar atau salah."
" Sapi puasa ndak?"
" Abang tanyanya sambil dimakan yah Nak nasinya."
Baheera menegur lembut putranya itu. Masalahnya Taya suka punya alasan untuk tidak makan kalau nasinya tidak hangat lagi.
" Puasa kok, tapi Sapi itu puasanya kalau lagi sakit saja. Bukan waktu bulan ramadhan seperti Taya." jelas Byakta sabar.
Untung Taya mendengarkan teguran mamanya. Sambil mendengarkan penjelasan, Taya mulai menyuapi nasinya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Nataya
Short StoryTaya datang lagi dengan cerita bertemakan Ramadhan.. Kali ini Taya mau belajar puasa, Mama sudah bilang kalau sudah Abang harus belajar puasa. Dulu Taya pernah belajar puasa kok, tapi lupa. Eummmm kata Mama sama Ayah nanti tetap belajar sampai banya...