Hari Kedelapan 'Bangun Pagi Bersama Taya'

2.1K 303 19
                                    

" Mama... Ndak bangun sahul?" Taya yang sadar kalau semalam dia tidak sahur langsung bertanya begitu membuka mata.

" Sahur kok.." jawab Baheera kalem.

" Taya ndak sahul, ndak puasa." ujarnya yakin. Umm apakah harus puasa? Kan Taya nggak sahur.

Nanti kalau lapar bagaimana? Sahur saja suka lapar kok.

" Ngak apa-apa kalau Abang nggak puasa. Ayo tempat tidurnya kita rapikan dulu."

Baheera mengajarkan Taya untuk merapikan tempat tidurnya, yah walaupun lebih sering dibantu. Tetapi Taya tahu kalau itu menjadi tanggungjawabnya.

" Boleh salapan. Yaiiii..." pekiknya senang.

" Rapiin dulu yuk Bang." bujuk Baheera lagi, masalahnya Taya lebih senang lari mengelilingi kamarnya.

" Mama aja..." tolaknya tak peduli. Malah sekarang Taya sibuk membongkar kotak mainan miliknya hingga berserakan.

" Kan kamar Abang, bukan kamar Mama." gemas Baheera berusaha sabar.

Apalagi melihat kelakuan putranya itu. Wahhh, biarkan saja agar sedikit waras. Jangan terlalu memikirkan mengenai mainan yang berantakan.

Abaikan agar masih bisa kuat dan tersenyum.

" Ndak mau..."

Ada apa dengan kata tidak mau? Taya terus saja mengatakan hal ini. Minta tolong merapikan saja tidak mau.

" Oke, tidak usah Mama bantu rapikan yah!"

" Mama lapi-lapi. Taya ndak mau."

Sepertinya ujian Baheera dimulai dari pagi hari.

" Umm, Mama kan bantu Abang loh. Bukan Abang yang bantu Mama. Mama bantu rapiin kamar Abang, lipat selimut. Jadi kalau Abang nggak rapi-rapi nanti tidurnya bisa ada semutnya." bujuk Baheera berusaha menjelaskan.

" Taya mau main Dino dulu. Nanti semutnya Taya masukin toples. Taya pelihala."

Taya masih bergeming dan tak beranjak sama sekali dari mainan yang ia punya. Padahal baru bangun loh, dan bocah gembul itu sudah memiliki banyak energi untuk membongkar semua mainannya.

" Mama tinggal yah."

Baheera tahu, seharusnya ia segera membawa Taya ke arah kamar mandi. Cuci muka dan sikat gigi pagi hari ada wajib. Namun Taya dengan mode menyebalkan seperti sekang dapat menyebabkannya sering beristighfar.

" Mama mo mana?"

Hebatnya, Taya bisa fokus berbicara dengan Mamanya dan terus sibuk berjalan kesana-kemari mengatur mainnya.

" Keluar kamar Abang."

" Mo mana?" tanyanya lagi tak puas dengan jawaban mamanya sebelum itu.

" Keluar Nak. Mama mau tunggu Abang diluar saja, kan Abang nggak mau rapiin tempat tidur. Umm malah main. Belum cuci muka sama gosok gigi juga." jelas Baheera sabar.

" Ndak pelgi?"

" Nggak Bang."

" Ndak mau belesin tempat tidul." protesnya tak mau.

" Yasudah tidak apa-apa. Nanti Mama bilang sama Ayah."

" Ayah mana?"

" Kerja Nak.."

" Ndak ajak Taya?"

" Ayah pergi kerja, kalau Abang sudah besar baru boleh kerja."

" Taya sudah Abang, sudah besal."

" Iya, sudah besar, sudah Abang kan yah. Kalau sudah Abang berarti kalau Mama minta tolong mau. Kalau masih baby kan nggak tahu kalau Mama minta tolong."

Baheera sebenarnya memahami jika terkadang Taya sedang dalam mood yang tidak bagus. Atau memang lagi tidak ingin melakukan apapun yang dipinta orantuanya atau orang dewasa di sekitarnya.

Namun Baheera juga ingin Taya tahu apa yang harus ia lakukan, untuk dirinya sendiri.

Tentu saja masih dalam pengawasan.

" Mama tolong apa?"

" Bantu rapiin tempat tidur. Habis ini cuci muka sama sikat gigi."

" Habis main dulu boleh?" tawarnya setelah tergugah hatinya.

" Iya, habis Abang main yah. 10 menit yah."

" Oke Mama.."

Hello NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang