Hari Kesembilanbelas 'Mengaji di Masjid Bersama Taya'

1.8K 319 17
                                    

" Abang benar mau ngaji dulu baru pulang?"

Byakta memastikan jika Taya tak berubah pikiran begitu melihat orang-orang memilih pulang sehabis taraweh. Namun ada beberapa anak kecil yang masih berlarian dalam masjid, sambil menunggu guru yang akan mengajar mereka mengaji.

" Benal Ayah. Ini baca ini nanti kan. Taya bisa."

Taya antusias sekali mengikuti kegiatan ini, sebenarnya motivasi utama Taya tentu bukan jadi pintar mengaji. Namun teman-temannya juga ikut mengaji dan mereka bisa lari-larian dalam masjid.

Soalnya kan suasana terasa sepi. Hanya terdengar lantunan ayat Al-Quran saja.

" Kalau nanti mengantuk kasih tahu Ayah yah. Ayah tunggu depan saja yah." Byakta berniat membiarkan Taya bersosialisasi dengan teman-temannya.

" Ayah ndak pulang?" tanyanya memastikan. Kan Taya nggak berani kalau nanti harus pulang sendiri.

" Nggak pulang Nak, tungguin Abang di depan situ. Nanti kalau Abang sudah mulai ngaji tempat Ayah duduk kelihatan kok." Jelas Byakta gemas, takut sekali putranya itu ditinggal pulang.

Sejujurnya Byakta sudah ingin pulang, namun melihat antusiasme putranya untuk mengaji bersama teman-temannya terasa pas dan Byakta rela menungguinya.

" Ayah duduk sana. Ndak pulang."

" Iya, Ayah duduk di sana. Itu teman-temannya sudah mulai kumpul. Abang ikutan yah."

Taya menganggung antusias, berlari menghampiri teman-temannya yang sudah duduk rapi ingin memulai mengaji.

 Taya begitu serius mengikuti kegiatan mengajinya, ia duduk rapi dan tidak lari-larian. Soalnya teman-teman yang lain juga tidak ada yang lari-larian. Nanti kalau sudah selesai mengaji boleh kok main lagi.

" Haii, Nataya ikut ngaji. Seru nggak?" sapa Kakak Hash salah seorang pengajar yang kebagian tugas menggajarkan anak usia dibawah 6 tahun.

Yang mengajar masih muda semua kok, soalnya tugas mereka mengajarkan adik-adik kecil mengaji Iqro.

" Taya mau ngaji Qul'an."

Begitu tiba gilirannya mengaji, bocah gembul itu sudah meminta ingin mengaji Al-Quran.

" Nataya sudah selesai belajar Iqro?"

" Iqlo apa?" tanyanya bingung, terlihat menggemaskan sekali.

" Iqro yang Nataya pegang loh. Ini." Jelas Kakak Hash sabar.

" Ini ndak Qulan?" tanya Taya masih kebingungan.

" Ini Iqro, nah kalau mau belajar Al-Quran harus bisa baca Iqro dulu. Nataya tahu huruf Hijaiyah?"

" Tahu dong, Taya kan pintal loh. Hihihihihi." Bocah gembul itu malah membanggakan dirinya.

Yah mau bagaimana dong, Taya memang bisa kok. Belajar sama Ummi tiap sore, lalu di rumah mamanya juga suka mengulang kembali apa yang sudah Taya pelajari di luar sana.

" Wah pintarnya, sudah menghapal huruf Hijaiyah. Nanti belajar mengajinya jadi lebih mudah loh, soalnya Taya sudah tahu hurufnya." Pujian yang diberikan membuat bocah gembul itu senang.

" Belajar Qul'an aja Kak, ndak mau belajal Iqlo." Pintanya lagi, padahal bocah gembul itu belum bisa membaca Al-Quran.

Selama ini mama sama ayahnya mengenalkan huruf hijaiyah dan menggunakan metode menghapal juga.

" Belajar Iqro satu saja dulu yah. Umm kalau Iqro satu itu keren loh. Pertama, nanti jadi yang pertama." bujuk Kakak Hash sabar.

Mengajar balita itu merupakan tantangan tersendiri. Ada saja tingkah mereka.

" Iqlo kelen ndak?"

" Keren dong, orang yang pintar mengaji pasti keren.

Bocah gembul itu menimbang sejenak. Memikirkan kata keren untuk memotivasi diri.

" Taya mau kelen. Belajal Iqlo satu kan."

" Iya, yuk mulai taawudz dulu yah sebelum mulai."

Hello NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang