Hari Kesembilan 'Tragedi Taraweh Bersama Taya'

2.1K 348 24
                                    

" Abang buka sepatunya nak." Byakta segera saja meraih tangan mungil putranya yang ingin masuk masjid.

Tapi masalahnya adalah Taya tak membuka sepatunya.

" Ayah lepas, ndak mau..." protesnya tak terima. Taya mau pakai sepatu.

Sepatunya masih baru kok, dibeliin sama Aunty Balqis. Taya suka sama sepatunya.

Kenapa nggak boleh dipake? Waktu di rumah boleh pakai kok didalam rumah.

" Buka yuk Nak. Nggak boleh pakai sepatu dalam masjid. Masjid itu harus bersih, biar sholatnya enak."

Byakta masih saja berusaha menahan lengan putranya itu. Taya telihat sangat tidak betah, namun kalah kekuatan dengan ayahnya.

" Ini sepatu balu Taya... Anteu Balqis beliin ini, mau pake..." protesnya tak terima.
Taya mau masuk, kenapa sih masih dilarang sama ayahnya.  Kan mau sholat taraweh. Teman-temannya juga sudah ada di dalam. Taya bisa melihat mereka dengan jelas.

Taya mau kasih lihat mereka kalau Taya punya sepatu baru. Bagus lagi.

" Nggak boleh masuk. Buka dulu sepatunya."

Byakta gigih melarang putranya untuk masuk masjid menggunakan sepatu.

" Ndak mau Ayah.. Ayah,,, Taya mau pake kok." antara kesal dan sedih Taya mulai merengek.

Kenapa ayahnya tidak bisa memahami perasaannya yah. Pokoknya Taya mau masuk pakai sepatu.

" Nggak boleh, buka yuk Bang. Itu sudah mau mulai loh sholat isyanya." bujuk Byakta lagi untuk kesekian kalinya, entah keberapa kalinya.

Taya dengan mode menyebalkan dan keras kepala sepertinya menguji keimanan sekali. Harus banyak bersabar menghadapinya.

" Ini balu Ayah, ndak apa-apa pake dalam sana." Taya tetap teguh dengan keinginanya. Tak peduli jika ayahnya tak membolehkannya memakai sepatu masuk ke dalam.

" Harus dibuka Nak, lihat semua orang buka sepatu. Nggak ada yang pakai sepatu masuk masjid, apalagi waktu sholat. Nggak ada loh Bang." gemas sekali Byakta memberitahu putranya ini.

Apakah Taya salah makan?

Kenapa keras kepala sekali.

" Tapi Taya mau pakai." pekiknya kesal. Taya tidak bisa menerima penjelasan ayahnya. Kenapa nggak boleh? Kan Taya mau pakai.

" Kita pulang saja, nggak usah sholat di masjid. Abang nggak mau buka sepatu, Ayah nggak mau dimarahi Allah." 

" Taya mau sholat masjid. Ndak mau pulang.. Huwaaaa ndak mau pulang..." tangisannya melengking kencang, tentu saja menarik perhatian beberapa orang.

" Tapi Abang harus buka sepatu nak. Yaallah, simpan yang rapi yuk sepatunya. Nggak bakal hilang nak."

Byakta sebenarnya tak tega juga ketika melihat isak tangis putranya itu, tapi Taya juga harus tahu tidak semua yang dia inginkan akan didapatkan dengan mudah. Selain itu Taya juga perlu tahu hal-hal kecil seperti aturan tidak boleh memakai sepatu ke dalam masjid.

Taya memang masih kecil, seharusnya tetap tidak ada pemakluman. Orangtuanya wajib mengajarkannya dengan baik. Hal ini berkiatan dengan ibadah dan hubungan dengan orang lain.

" Ndak mauuu, Taya mau pakai sepatu."

Walaupun masih terisak sedih dan kesal, pendiriannya tak goyah sama sekali.

Byakta bisa saja melepaskan sepatu putranya dengan paksa, namun tidak akan ia lakukan. Taya harus melakukan dengan kesadaran dirinya sendiri, tugasnya sebgai orangtua untuk terus memberitahu dan mengingatkan Taya.

Kalau anak sekecil ini berperilaku salah, maka seharusnya orangtuanya bercermin diri. Ada yang salah dengan polah asuh yang mereka lakukan.

" Yasudah kita pulang." Putrus Byakta final.

" Ndak mauuuu.. Huwaaaa, mau masjid sana. Masuk Ayah.. ndak pulang." Rengeknya tak mau. Pasalnya ayahnya sudah mengambil ancang-ancang untuk menggendong paksa.

" Ayah tanya sekali lagi deh sama Abang, buka sepatu lalu kita masuk dan sholat ke dalam atau tidak buka sepatu dan kita pulan?"

" Sholat dalam."

" Sepatunya?"

" Ndak mau bukaaa.. Huwaaaaaa... Ayah,...."

Pada akhirnya Byakta menggendong paksa putranya untuk pulang. Acara bujuk membujuk Taya perlu dilakukan oleh mamanya.

Hello NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang